Pemerintah Italia dan Indonesia dilaporkan telah mencapai kesepakatan prinsip untuk mengirimkan personel militer guna bergabung dalam Pasukan Stabilisasi Internasional (ISF) di Jalur Gaza. Syarat utama dari kesepakatan ini adalah tidak adanya kontak langsung dengan kelompok Hamas.
Demikian laporan yang dirilis oleh surat kabar Israel, Israel Today, pada Selasa. Laporan tersebut menyebutkan bahwa sejumlah pejabat Amerika Serikat dijadwalkan menggelar konferensi di Doha, Qatar, untuk membahas pembentukan pasukan tersebut bersama negara-negara yang bersedia berpartisipasi.
Meski demikian, tantangan besar masih membayangi. Sebagian besar negara donor menyatakan keberatan untuk bergabung kecuali Hamas telah dilucuti senjatanya. Sejauh ini, baru Italia dan Indonesia yang menyatakan kesiapannya di bawah syarat tertentu.
Rencana pengerahan ini tetap bergulir di tengah keterlibatan lebih dari 24 negara dalam markas internasional di Kiryat Gat, Israel selatan. Pusat komando tersebut bertugas mengawasi gencatan senjata sekaligus menyiapkan teknis pengerahan pasukan baru ke wilayah konflik.
Terkait kesiapan personel, Menteri Pertahanan Indonesia sebelumnya juga telah menyatakan bahwa Indonesia menyiapkan sedikitnya 20.000 personel yang siap ditugaskan dalam misi kemanusiaan dan perdamaian di Gaza jika mandat internasional telah diberikan.
Di sisi lain, Turki telah mengumumkan kesiapannya untuk mengirimkan pasukan. Namun, keinginan tersebut mendapat penolakan dari Israel. Saat ini, pasukan Turki diprediksi hanya akan terlibat pada fase ketiga dari skema “Trump Plan”, yakni fase rekonstruksi, tanpa melibatkan prajurit bersenjata.
Selain itu, terdapat opsi pengerahan pasukan Palestina yang terdiri dari ratusan tentara yang telah menjalani pelatihan di Mesir. Namun, Israel dilaporkan masih menentang masuknya pasukan ini karena afiliasi mereka dengan Otoritas Palestina (PA).
Informasi yang dihimpun menunjukkan bahwa pada fase pertama, pasukan internasional ini hanya akan ditempatkan di zona-zona yang berada di bawah kendali militer Israel di Jalur Gaza bagian selatan.
Sebagai langkah awal, pangkalan utama akan dibangun di Rafah, yang kemudian akan diikuti oleh pembangunan beberapa pangkalan lainnya. Seluruh titik penempatan tersebut dipastikan berada di wilayah yang saat ini masih dalam pengawasan militer Israel.


