Monday, September 29, 2025
HomeBeritaMenlu Suriah: Normalisasi dengan Israel sulit selama penjajahan terus berlanjut

Menlu Suriah: Normalisasi dengan Israel sulit selama penjajahan terus berlanjut

Menteri Luar Negeri Suriah, Asaad al-Shaibani, menyatakan bahwa normalisasi hubungan dengan Israel sulit dilakukan selama Israel terus mengancam Suriah dan menduduki wilayahnya. Hal itu disampaikannya dalam wawancara dengan CNN, sebagaimana dikutip oleh Anadolu, Minggu (28/9/2025).

“Berbicara mengenai normalisasi dan Abraham Accords saat ini sangat sulit, terutama karena Suriah masih menghadapi ancaman dari Israel, Dataran Tinggi Golan masih diduduki, dan beberapa wilayah Suriah lainnya diduduki setelah 8 Desember,” ujar Shaibani.

Pernyataan tersebut ia sampaikan saat menghadiri forum Dewan Hubungan Luar Negeri (Council on Foreign Relations) di New York, dalam rangka kunjungannya ke Sidang Majelis Umum PBB ke-80.

Shaibani mengatakan bahwa Suriah telah menyatakan tidak menjadi ancaman bagi siapa pun di kawasan, termasuk Israel, namun upaya itu dibalas dengan ancaman dan serangan.

Ketika ditanya alasan di balik serangan Israel terhadap Suriah, Shaibani mengaku tidak mengetahui secara pasti. Ia hanya menyebut bahwa Israel kerap menyatakan menginginkan Suriah yang kuat dan bersatu, namun tindakannya justru bertolak belakang.

Sejak jatuhnya rezim Bashar al-Assad pada Desember 2024, Israel dilaporkan telah melancarkan ratusan serangan udara ke wilayah Suriah, menargetkan instalasi militer seperti jet tempur, sistem rudal, dan pertahanan udara.

Israel juga memperluas pendudukannya atas Dataran Tinggi Golan, termasuk dengan mengambil alih zona penyangga demiliterisasi. Langkah tersebut dinilai melanggar perjanjian pelepasan pasukan (disengagement agreement) antara Suriah dan Israel tahun 1974.

Visi Lima Tahun ke Depan

Mengenai masa depan, Shaibani menyampaikan harapannya agar Suriah dalam lima tahun ke depan dapat menjadi negara yang kuat, stabil secara ekonomi, dan menarik warga diaspora untuk kembali serta berinvestasi.

Ia juga membayangkan “Suriah yang menjalin hubungan baik dan kerja sama dengan negara-negara tetangga” serta menjaga hubungan strategis dengan Amerika Serikat. Menurutnya, Suriah akan tetap terbuka untuk berinteraksi dengan seluruh dunia.

“Suriah yang bersatu dan kuat akan mendukung perdamaian kawasan, termasuk menjadi kepentingan bagi Israel,” ujarnya.

Setelah Assad mengakhiri kekuasaannya pada akhir 2024 dan melarikan diri ke Rusia, Suriah membentuk pemerintahan transisi di bawah kepemimpinan Farouk al-Sharaa pada Januari 2025. Pemerintahan baru tersebut fokus pada reformasi politik dan ekonomi, serta memperkuat kohesi sosial dan kerja sama internasional.

 

Pizaro Idrus
Pizaro Idrus
Kandidat PhD bidang Hubungan Internasional Universitas Sains Malaysia. Peneliti Asia Middle East Center for Research and Dialogue
ARTIKEL TERKAIT
- Advertisment -spot_img

Terpopuler