Mesir menjadi negara yang paling terdampak oleh eskalasi yang terus berlangsung di Laut Merah, ungkap Menteri Luar Negeri Mesir, Badr Abdelatty, pada Senin (16/9) seperti dikutip Anadolu.
Dalam konferensi pers bersama Menteri Luar Negeri Rusia, Sergey Lavrov, di Moskow, Abdelatty menyampaikan, Mesir mengalami kerugian bulanan akibat penurunan pendapatan dari Terusan Suez sebagai dampak ketegangan yang terjadi di Laut Merah.
“Kita semua dirugikan oleh eskalasi dan ketegangan yang tidak beralasan ini, yang memengaruhi kebebasan navigasi internasional di Laut Merah,” katanya.
“Mesir secara menjadi negara yang paling terpukul oleh eskalasi berbahaya ini. Setiap bulan, kami merugi karena penurunan tajam pendapatan dari Terusan Suez akibat situasi ini.”
Baca juga: Mesir diduga tunda penerimaan dubes Israel yang baru untuk Kair
Diplomat tertinggi Mesir tersebut menambahkan bahwa menghentikan perang Israel yang sedang berlangsung di Jalur Gaza merupakan kunci untuk meredakan ketegangan di Laut Merah.
Terusan Suez merupakan sumber utama devisa bagi Mesir. Jalur air internasional ini menghasilkan pendapatan sebesar 7,2 miliar dolar AS pada tahun fiskal 2023/2024, turun dari 9,4 miliar dolar AS pada tahun sebelumnya.
Ketegangan di Laut Merah dan Teluk Aden meningkat seiring serangan oleh kelompok Houthi Yaman terhadap kapal-kapal yang dimiliki, berbendera, dioperasikan, atau menuju pelabuhan Israel.
Houthi melakukan serangan sebagai solidaritas dengan Gaza, di mana lebih dari 41.200 orang, sebagian besar wanita dan anak-anak, telah tewas akibat serangan brutal Israel sejak 7 Oktober tahun.
Baca juga: Panglima militer Mesir tinjau perbatasan Gaza di tengah ketegangan dengan Israel