Pasukan Israel dilaporkan telah melakukan pembersihan etnis atau genosida pada setengah wilayah Jabalia.
Militer penjajah melakukan serangan ke sekolah-sekolah di Jabalia dan daerah sekitarnya untuk secara paksa mengusir warga sipil Palestina yang tidak bersenjata, kelaparan, dan terjebak di rumah mereka.
Hal ini terjadi seiring dengan berlanjutnya kampanye militer untuk membersihkan etnis di utara Gaza yang memasuki minggu ketiga, seperti disampaikan oleh saksi mata kepada Middle East Eye pada Kamis (24/10).
Bersamaan dengan serangan udara dan penembakan artileri, pasukan darat Israel menyerang rumah-rumah dan bangunan yang digunakan sebagai tempat perlindungan oleh keluarga yang mengungsi, memaksa mereka keluar dengan ancaman senjata.
Bangunan-bangunan, termasuk sekolah-sekolah PBB dan rumah-rumah, kemudian dihancurkan atau dibakar oleh tentara Israel untuk mencegah orang-orang kembali.
Pasukan penjajah kemudian memisahkan pria dari wanita, sebelum membawa mereka untuk diinterogasi di lapangan secara memalukan dan kemudian membawa banyak dari mereka ke lokasi yang tidak diketahui.
Wanita dan anak-anak terpaksa bergerak ke selatan dari kamp pengungsi Jabalia. Beberapa di antara mereka tewas akibat pengeboman saat melarikan diri, menurut laporan media.
Menolak untuk mematuhi perintah penjajah Israel, banyak dari mereka pergi ke barat Jabalia menuju Beit Lahia, sementara yang lain tiba di titik-titik terdekat di Kota Gaza yang berdekatan.
Menurut rencana tersebut, siapa pun yang memilih untuk tetap tinggal akan dianggap sebagai anggota Hamas dan dapat dibunuh.
Badan PBB untuk pengungsi Palestina, Unrwa, memperkirakan sekitar 400.000 orang masih berada di utara Gaza, termasuk Kota Gaza.
Sementara itu, daerah-daerah yang terjebak tetap berada di bawah kepungan yang melemahkan dan penutupan media, dengan pasukan Israel dituduh memperburuk kelaparan dan malnutrisi sebagai bagian dari rencana untuk membersihkan etnis Palestina.
Warga Palestina dilarang mengakses makanan dan air, sementara pasukan Israel secara sembarangan membunuh siapa pun yang berani keluar dari rumah mereka, menurut para penduduk dan saksi mata.
Israel lakukan pengeboman
Hasan, seorang warga di Jabalia, mengatakan banyak warga Palestina masih terjebak di rumah mereka dan banyak keluarga terpaksa berlindung di dalam bangunan yang sama setelah sebagian besar kamp yang dilanda perang itu hancur dalam serangan sebelumnya.
Dia menyatakan bahwa pasukan Israel telah memperketat taktik kepungan di daerah tersebut dan mulai menanam bom di dalam jerigen air yang ditempatkan di depan rumah-rumah atau daerah permukiman.
“Yang dilakukan oleh pasukan Israel adalah menanam jerigen di suatu area, lalu mereka mundur dan kemudian meledakkannya,” ujarnya.
“Suara ledakan itu terdengar seperti gempa bumi.”
“Semua ini adalah bagian dari rencana [Israel] untuk mengusir dan mengungsi penduduk dari daerah tersebut,” lanjutnya.
Yahya, seorang warga lainnya yang terjebak di dalam kamp pengungsi Jabalia, mengungkapkan bahwa orang-orang merasa kelelahan dan kondisi semakin tidak dapat ditoleransi.
“Seluruh area di sekeliling saya hancur. Rumah, mobil, dan bahkan orang-orang. Sebagian besar dari mereka terluka. Masing-masing memiliki cedera di lengan, kaki, kepala, atau mata,” kata Yahya.
Namun, dia dan ribuan warga lainnya sudah membuat keputusan dan tidak akan pergi.
“Saya hanya akan meninggalkan Jabalia dalam keadaan mati, tidak ada cara lain,” tuturnya melalui telepon sambil suara penembakan artileri terdengar di latar belakang.
Hasan juga melaporkan melihat banyak mayat tergeletak di jalanan di Jabalia sementara tim pertahanan sipil dan paramedis terhalang oleh pasukan Israel untuk menyelamatkan yang terluka.
“Ini adalah genosida. Mereka membuat orang kelaparan, memblokade orang. Masih ada puluhan ribu orang di sini di Jabalia,” katanya.
Militer Israel meluncurkan ofensif terbarunya di utara Gaza pada 5 Oktober, mengklaim mereka sedang memburu pejuang Hamas yang telah berkumpul di sana. Ratusan warga Palestina dilaporkan telah terbunuh sejak saat itu, dan puluhan ribu lainnya mengungsi.
Para jurnalis lokal memperkirakan hampir setengah dari utara Gaza, yang sebelumnya dihuni lebih dari 1 juta orang sebelum perang, telah diusir dari rumah mereka sejauh ini, dengan peringatan bahwa yang lainnya bisa menghadapi nasib serupa dalam beberapa hari ke depan.
Operasi ini dimulai setelah proposal kontroversial yang dikenal dengan nama “Rencana Jenderal” disampaikan kepada pemerintah Israel, yang akan melihat daerah utara Koridor Netzarim, yang membelah Gaza menjadi dua, dikosongkan dari penduduknya sehingga Israel bisa membangun “zona militer tertutup”.
“Siapa pun yang pergi akan menerima makanan dan air,” kata Giora Eiland, seorang jenderal militer Israel pensiunan dan mantan kepala Dewan Keamanan Nasional, yang memimpin proposal tersebut, dalam sebuah video yang diunggah tentang rencana itu bulan lalu.