Saturday, December 21, 2024
HomeHeadlineEKSKLUSIF | Militer Israel krisis amunisi dan ingin akhir perang di Gaza

EKSKLUSIF | Militer Israel krisis amunisi dan ingin akhir perang di Gaza

Para jenderal itu berpendapat, kesepakatan dengan Hamas adalah cara terbaik untuk membebaskan sekitar 120 warga Israel yang masih ditahan, hidup atau mati, di Gaza

Situs suratkabar AS The New York Times melakukan wawancara eksklusif dengan enam figur militer Israel, baik pejabat dan mantan pejabat, tentang keinginan pihak militer untuk menghentikan perang.

Gaza Media menerjemahkan laporan eksklusif yang diterbitkan pada 2 Juli 2024 itu. Berikut terjemahannya oleh Ogi Fathur Rahman dan Surya Fachrizal.

Para pemimpin militer Israel menginginkan gencatan sejata dengan Hamas menyusul potensi perang terbuka dengan Hizbullah di Lebanon. Mereka juga menyimpulkan gencatan senjata adalah cara tercepat untuk membebaskan sandera.

Para jenderal Israel itu ingin sengera memulai gencatan senjata walaupun Hamas tetap berkuasa di Gaza untuk sementara waktu. Hal ini memperlebar keretakan antara pihak milter dengan Perdana Menteri Benjamin Netanyahu, untuk menolak kesepakatan yang akan membuat Hamas tetap berkuasa usai perang.

Para jenderal itu berpendapat, kesepakatan dengan Hamas adalah cara terbaik untuk membebaskan sekitar 120 warga Israel yang masih ditahan, hidup atau mati, di Gaza.

Perang di Gaza adalah perang terpanjang yang pernah dijalani Israel. Hal ini membawa krisis amunisi dan persenjataan bagi militer Israel. Para jenderal juga menginginkan pasukan mereka butuh waktu untuk istirahat dan persiapan jika terjadi perang terbuka dengan Hizbullah di Lebanon di utara.

Sejak Oktober 2023, Israel dan Hizbullah telah saling serang di wilayah perbatasan namun belum dinyatakan sebagai perang.

Bahkan kesepatakan dengan Hamas juga bisa memudahkan urusan dengan Hizbullah, menurut pejabat yang namanya dirahasiakan. Sebab Hizbullah mengatakan akan terus menyerang utara Israel hingga Israel menghentikan genosida di Jalur Gaza.

Pimpinan militer Israel dikenal dengan sebutan Forum Staf Jenderal, terdiri dari sekitar 30 jenderal senior, termasuk panglima militer Letnan Jenderal Herzi Halevi, panglima angkatan darat, panglima angkatan udara, dan panglima angkatan laut, serta kepala intelijen meliter.

Sikap militer terhadap gencatan senjata mencerminkan perubahan signifikan di kubu militer, yang melihat Netanyahu tidak memiliki rencana pasca perang di Gaza.

“Pihak milter sepenuhnya mendukung pertukaran tahanan dan genjatan senjata,” kata Eyal Hulata, yang menjabat sebagai penasihat keamanan nasional Israel hingga akhir tahun lalu. Eyal juga secara rutin berkomunikasi dengan pejabat militer.

Kata Eyal, militer menyakini mereka selalu bisa kembali menyerang Hamas di masa yang akan datang. Mereka mengerti gencatan senjata di Gaza akan meredakan ketegangan dengan Lebanon.

“Mereka kekurangan amunisi, kekurangan suku cadang, kekurangan tenaga, jadi mereka berpikir bahwa gencatan senjata di Gaza akan memberikan waktu untuk mempersiapkan kemungkinan perang besar dengan Hizbullah,” kata Eyal.

Tidak dijelaskan bagaimana pihak militer menyampaikan pandangannya kepada Netanyahu. Tetapi kedua pihak, militer dan Netanyahu, telah memperlihatkan sikap frustasi mereka terhadap satu sama lain.

The New York Times menulis, Netanyahu menolak untuk berkomentar dalam artike ini. Tetapi setelah laporan ini terbit, Netanyahu menyerang balik dan mengatakan Israel hanya akan menghentikan perang setelah mencapai semua tujuannya, termasuk menghancurkan Hamas dan membebaskan semua sandera.

Netanyahu menolak kesepakatan yang akan membuat Hamas tetap berkuasa, karena hal itu akan membubarkan koalisi politiknya. Satu pihak dalam koalisi mengancam akan meninggalkan Netanyahu jika perang berakhir dengan Hamas masih berkuasa.

Sebelumnya pihak militer secara terbuka menyatakan bisa mewujudkan dua tujuan utama perang: mengalahkan Hamas dan membebaskan sandera yang ditangkap Hamas dan faksi pejuang lainnya pada 7 Oktober 2023.

Tetapi sekarang pihak militer menyimpulkan kedua tujuan itu tidak mungkin bisa dicapai.

Sejak menggempur Gaza pada Oktober, lebih dari setengah dari 250 sandera Israel masih berada di Gaza. Pihak militer meyakini melanjutkan serangan militer hanya akan menambah resiko terbunuhnya para sandera.

Netanyahu menyatakan tidak mau menduduki Gaza atau menyerahkan Gaza kepada pemimpin alternatif Palestina. Militer kuatir hal itu akan menyeret Israel pada perang tak berkesudahan yang menguras energi dan amunisi. Sementara sandera tetap ditahan dan Hamas tetap berkuasa.

Eyal mengatakan, dengan kenyataan ini, membiarkan Hamas tetap berkuasa dengan kesepakatan pertukaran tahanan, tampaknya adalah pilihan paling aman bagi Israel. Hal itu juga disetujui empat pejabat lain yang menolak disebut namanya.

Saat ditanya apakah mereka mendukung kesepakatan, pihak militer mengeluarkan pernyataan yang tidak menjawab secara langsung. Pihak militer mengatakan, mereka bekerja sesuai arahan dari pejabat politik, untuk mencapai tujuan-tujuan perang. Termasuk menghancurkan kekuatan militer dan politik Hamas, dan mengembalikan semua tawanan, dan mengembalikan warga sipil Israel ke daerah selatan dekat Gaza.

ARTIKEL TERKAIT
- Advertisment -spot_img

Most Popular