Sejumlah negara Arab bersama Turki dan Uni Eropa menyerukan kepada Hamas untuk melepaskan kendali atas Jalur Gaza dan menyerahkannya kepada Otoritas Palestina. Seruan ini disampaikan dalam sebuah pernyataan bersama yang diumumkan dalam sesi Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) di New York, Rabu (30/7/2025) waktu setempat, sebagai upaya terakhir menyelamatkan solusi dua negara yang selama ini ditolak oleh Israel.
Sebanyak 17 negara, termasuk anggota Liga Arab, Turki, dan negara-negara Eropa, menandatangani pernyataan yang mendesak Hamas menghentikan kekuasaannya dan menyerahkan senjata kepada Otoritas Palestina.
Langkah ini dinilai sebagai bagian dari solusi untuk mengakhiri perang di Gaza dan mendukung pembentukan negara Palestina yang berdaulat dan merdeka.
“Dalam konteks mengakhiri perang di Gaza, Hamas harus mengakhiri pemerintahannya di Gaza dan menyerahkan senjata kepada Otoritas Palestina, dengan dukungan dan keterlibatan internasional, sesuai tujuan pembentukan negara Palestina yang merdeka,” demikian kutipan dari deklarasi bersama tersebut.
Pernyataan itu juga mengutuk serangan 7 Oktober yang dilakukan Hamas, serta mengecam keras tindakan militer Israel di Gaza, termasuk serangan terhadap warga sipil dan infrastruktur sipil, penggunaan pengepungan dan kelaparan sebagai senjata, serta blokade penuh yang masih diberlakukan.
Deklarasi juga menyerukan penghentian pembangunan permukiman ilegal Israel dan penyitaan tanah di Tepi Barat yang diduduki.
Dokumen tersebut menegaskan kembali pentingnya batas wilayah berdasarkan perbatasan tahun 1967 sebagai dasar negara Palestina di masa depan, serta hak pengungsi Palestina untuk kembali ke tanah mereka sesuai Resolusi Majelis Umum PBB 194.
Deklarasi ini lahir dari sesi khusus yang dipimpin bersama oleh Arab Saudi dan Prancis. Awalnya dijadwalkan pada Juni, pertemuan ini ditunda guna menggalang konsensus internasional yang lebih kuat mengenai kedaulatan Palestina. Menteri Luar Negeri Prancis Jean-Noël Barrot menyebut “Deklarasi New York” sebagai langkah “bersejarah dan belum pernah terjadi sebelumnya.”
Menteri Luar Negeri Arab Saudi, Pangeran Faisal bin Farhan, meminta seluruh negara untuk mendukung deklarasi tersebut. Prancis dan Inggris bahkan menyatakan akan mengakui negara Palestina secara resmi dalam Sidang Umum PBB pada September mendatang, kecuali jika Israel mengambil langkah konkret untuk mengakhiri agresi di Gaza dan memulai kembali perundingan damai.
Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu mengecam langkah ini, menyebutnya sebagai “penghargaan terhadap terorisme brutal Hamas.” Laporan dari Channel 12 Israel menyebutkan bahwa pemerintah Tel Aviv mempertimbangkan langkah balasan, termasuk mempercepat aneksasi wilayah Palestina yang diduduki, termasuk sebagian wilayah Gaza.
Baik Israel maupun Amerika Serikat memboikot sesi PBB tersebut.
Deklarasi ini mencerminkan meningkatnya ketidaksabaran masyarakat internasional terhadap penolakan Israel mengakhiri pendudukan dan kegagalan Hamas serta Otoritas Palestina membangun kerangka pemerintahan nasional yang bersatu.
Sejak 2002, dunia Arab telah menawarkan solusi damai melalui Inisiatif Perdamaian Arab yang diprakarsai oleh Putra Mahkota Arab Saudi saat itu, Pangeran Abdullah. Inisiatif tersebut menawarkan normalisasi penuh hubungan dengan Israel sebagai imbalan atas penarikan penuh dari wilayah yang diduduki sejak 1967, penyelesaian adil bagi pengungsi Palestina, serta pembentukan negara Palestina merdeka dengan Yerusalem Timur sebagai ibu kota.
Meski telah berkali-kali ditegaskan kembali oleh Liga Arab, Israel secara konsisten menolak tawaran tersebut. Alih-alih membuka jalur diplomasi, pemerintah Israel justru terus memperluas permukiman ilegal, memperkuat pendudukan, dan memperdalam praktik yang oleh banyak pihak dinilai sebagai bentuk apartheid, yang pada akhirnya menghambat terwujudnya negara Palestina yang layak.