Sebuah kamera milik tentara Israel yang ditemukan setelah bentrokan sengit di Gaza memberikan bukti visual tentang dugaan kejahatan perang di kawasan tersebut.
Saluran berita Al Jazeera memperoleh rekaman eksklusif dari kamera yang ditemukan di lingkungan Shujaiya, sebelah timur Kota Gaza, setelah pertempuran sengit pada Juli lalu.
Rekaman tersebut mengungkap sisi lain dari operasi militer Israel, memperlihatkan tindakan kekerasan terhadap warga sipil di Shuja’iya.
Termasuk penggerebekan brutal dan perlakuan sewenang-wenang, yang dinilai sebagai pelanggaran berat terhadap hukum humaniter internasional.
Para pengguna media sosial Palestina dan Arab menanggapi beredarnya video tersebut dengan kecaman luas.
Mereka menilai gambar-gambar ini memperlihatkan skala kekerasan dan kehancuran sistematis yang dialami rakyat Gaza, dalam konflik yang telah berlangsung lebih dari 18 bulan.
Aktivis Tamer, melalui platform X (sebelumnya Twitter), mengatakan bahwa adegan-adegan dalam rekaman itu kini menjadi pemandangan sehari-hari di Gaza.
Ia menambahkan, tidak sedikit tentara Israel yang membagikan rekaman serupa — bahkan lebih brutal — melalui akun media sosial mereka tanpa rasa takut atau ancaman pertanggungjawaban.
Tamer menyoroti adegan-adegan berupa penggerebekan rumah, penghancuran barang-barang pribadi, penembakan sembarangan, penculikan warga sipil untuk dijadikan tameng manusia, serta pembakaran sekolah, tempat pengungsian, dan rumah sakit.
Menurutnya, banyak kekejaman lain yang belum terekam atau dipublikasikan, dan dunia tetap diam meski bukti kekerasan terus bermunculan.
Menurut Tamer, tindakan tersebut bahkan menjadi kebanggaan tersendiri di kalangan sebagian tentara Israel.
Mereka dengan sengaja menyebarkan dokumentasi kekejaman itu, menyadari bahwa dunia lebih sering melindungi pelaku ketimbang membela korban.
Sementara itu, aktivis lain, Izzat Abu Samra, menyoroti kronologi jatuhnya kamera tersebut.
Dalam salah satu adegan, seorang tentara terekam menendang pintu rumah yang hancur dan menendang seorang korban luka di tanah, sebelum akhirnya tertembak oleh pejuang Palestina.
“Apakah kamera itu jatuh karena terkena peluru nyasar? Atau akibat panik saat pasukan Israel melarikan diri?” tanya Abu Samra.
Ia menegaskan bahwa kamera itu bukan sekadar alat dokumentasi, melainkan saksi bisu atas kejahatan yang terjadi.
Lebih lanjut, ia menekankan bahwa rekaman dari kamera itu tidak hanya memperlihatkan pelarian tentara, melainkan juga kehancuran rumah-rumah, tubuh-tubuh yang hancur, dan anak-anak yang terkubur di bawah reruntuhan.
“Kamera itu mungkin jatuh secara tidak sengaja, tapi justru mengungkapkan kebenaran,” kata Abu Samra.
Banyak warganet yang meluapkan kemarahan mereka, mempertanyakan mengapa gambar-gambar tragis seperti anak-anak dan perempuan yang terbakar di kamp-kamp pengungsian belum cukup untuk membangunkan kesadaran dunia.
“Penjahat, teroris, tentara bayaran, perampok, semua label kriminal pantas disematkan pada entitas ini dan para pendukungnya,” tulis seorang pengguna media sosial.
Warganet lainnya menekankan bahwa apa yang terekam dalam kamera itu hanya sebagian kecil dari kenyataan brutal di lapangan, dan bahwa kekejaman militer Israel di Gaza bahkan melampaui kekejaman rezim Nazi.
Sejak 7 Oktober 2023, Israel, dengan dukungan penuh Amerika Serikat, dituduh melakukan genosida di Gaza.
Serangan ini telah menewaskan dan melukai lebih dari 168.000 warga Palestina, sebagian besar di antaranya adalah anak-anak dan perempuan, serta menyebabkan lebih dari 11.000 orang dinyatakan hilang.