Friday, January 24, 2025
HomeHeadlineOPINI: Apa arti kejatuhan Assad bagi rezim Sisi di Mesir?

OPINI: Apa arti kejatuhan Assad bagi rezim Sisi di Mesir?

Oleh: Mahmoud Hassan

Jatuhnya rezim Presiden Suriah Bashar Al-Assad minggu lalu memicu reaksi yang berbeda di Mesir. Sementara publik Mesir menyambut perkembangan ini dengan gembira dan penuh harapan, kalangan penguasa tampak cemas dan takut.

Ketegangan ini mencerminkan keinginan masyarakat Mesir akan perubahan dari cengkeraman kekuasaan yang terus memperpanjang masa pemerintahan Presiden Abdel Fattah Al-Sisi.

Selama dekade terakhir, puluhan ribu lawan Sisi dipenjara, yang menurut kelompok oposisi mirip dengan Penjara Sednaya yang terkenal di Suriah.

Laporan hak asasi manusia menunjukkan ratusan kematian di tahanan akibat kelalaian medis dan penyiksaan.

Respon Kairo terhadap perkembangan di Suriah sangat hati-hati dan penuh kecemasan, dengan nada ketakutan terhadap kemungkinan pecahnya Suriah dan penyebaran terorisme.

Mereka juga meragukan laporan tentang penyiksaan yang dialami para tahanan di penjara Assad.

Seorang jurnalis yang dekat dengan pihak berwenang Mesir, Mostafa Bakry, memperingatkan di acara TV-nya bahwa “Jika Damaskus jatuh, Kairo harus mempersiapkan diri untuk pertempuran takdir.”

Sementara itu, beberapa tokoh media mengancam warga Suriah di Mesir dengan deportasi jika mereka merayakan kejatuhan Assad.

Selain peringatan tentang skenario Suriah, saluran TV Mesir menghindari meliput perayaan kejatuhan Assad dan terus menayangkan program hiburan dan olahraga.

Secara politik, Kementerian Luar Negeri Mesir mengeluarkan pernyataan yang mengungkapkan keprihatinan terhadap situasi Suriah, menegaskan dukungan Mesir terhadap kedaulatan dan integritas wilayah Suriah.

Sejak kudeta 2013, rezim Mesir menggunakan taktik ketakutan, seperti “Agar kita tidak menjadi seperti Suriah atau Irak”, untuk membenarkan kekuasaan otoriter mereka.

Taktik ketakutan ini digunakan dalam kampanye pemilu dan media untuk menakut-nakuti rakyat Mesir agar menerima kekuasaan otoriter demi keamanan.

Namun, taktik tersebut kini mulai goyah, dan ketakutan beralih kepada rezim Al-Sisi yang khawatir akan munculnya kembali harapan di kalangan para pejuang revolusi 25 Januari 2011 yang menggulingkan Presiden Hosni Mubarak.

Apa yang terjadi di Suriah menunjukkan kekhawatiran sejati di Kairo tentang potensi keberhasilan revolusi yang bisa menjadi model bagi negara-negara tetangga.

Revolusi Suriah membuktikan bahwa rakyat, bukan militer, adalah dasar negara. Ini mengancam klaim yang sering digunakan oleh rezim Mesir bahwa “Mesir adalah militer, dan jika militer runtuh, negara akan hilang.”

Di Suriah, militer runtuh, tetapi negara tetap bertahan, kehidupan membaik, dan institusi kembali berfungsi.

Situasi ini menjadi lebih rumit dengan pengaruh Turki yang semakin besar di Suriah, runtuhnya militer Suriah, dan kontrol faksi-faksi Islam atas situasi di sana, yang tidak mendukung keamanan nasional Mesir.

Ada sinyal positif bagi oposisi Mesir setelah kejatuhan Assad. Ini bisa mendorong mereka untuk belajar dari pengalaman Suriah dalam merapikan barisan oposisi dan merumuskan peta jalan untuk penyelamatan nasional.

Banyak seruan agar rezim Mesir segera melakukan reformasi besar untuk menyelamatkan dirinya sendiri dan menghindari nasib seperti Suriah.

Penulis adalah kolumnis Middle East Monitor.

Pizaro Idrus
Pizaro Idrus
Pengajar HI Universitas Al Azhar Indonesia, Mahasiswa PhD Hubungan Antarbangsa Universitas Sains Malaysia.
ARTIKEL TERKAIT
- Advertisment -spot_img

Most Popular