Monday, July 28, 2025
HomeBeritaOPINI - Pengakuan Prancis atas Palestina tak berarti tanpa blokade ekonomi dan...

OPINI – Pengakuan Prancis atas Palestina tak berarti tanpa blokade ekonomi dan militer

Oleh: Pizaro Gozali Idrus

Rencana Presiden Prancis Emmanuel Macron untuk mengakui Negara Palestina patut diapresiasi sebagai langkah diplomatik penting dari Eropa dalam mendukung hak rakyat Palestina untuk merdeka dari penjajahan. Di tengah stagnasi politik global dan dominasi narasi pro-Israel di forum-forum internasional, inisiatif ini bisa menjadi titik balik moral dan simbolik yang signifikan.

Namun, sejarah mengajarkan kita bahwa simbolisme tanpa tindakan konkret sering kali berakhir sebagai isyarat kosong. Dalam konteks ini, pengakuan Prancis terhadap Palestina tidak akan membawa perubahan berarti apabila tidak disertai dengan langkah nyata berupa boikot ekonomi, penghentian kerja sama militer, serta tekanan politik langsung terhadap Israel.

Prancis, seperti negara-negara Eropa lainnya, memiliki jejak panjang dalam menjalin kerja sama militer dengan Israel. Menurut laporan resmi Kementerian Pertahanan Prancis yang disampaikan kepada parlemen pada Juli 2023, sejak 2015 negara ini telah mengeluarkan 767 izin ekspor senjata ke Israel. Jumlah itu tidak hanya mencerminkan relasi yang erat, tetapi juga memperlihatkan dukungan struktural terhadap kebijakan militer Israel, termasuk yang digunakan dalam serangan terhadap warga sipil di Gaza. (Sumber)

Dalam kurun waktu 2013–2022, Prancis dilaporkan telah menjual peralatan militer senilai €207,6 juta kepada Israel. Bahkan, izin ekspor yang diberikan antara 2014 hingga 2022 mencapai €2,5 miliar—jumlah yang setara hampir Rp50 triliun. Ini bukan angka kecil, dan tentu bukan kontribusi netral. Dalam laporan investigasi media Disclose dan Marsactu pada Maret 2024, disebutkan bahwa Prancis mengirimkan 100.000 peluru senjata Gatling ke Israel hanya sebulan setelah agresi di Gaza meningkat tajam pada Oktober 2023.

Lebih mencolok lagi, laporan ekspor senjata tahun 2024 mencatat bahwa pada tahun 2023 saja, Prancis mengirimkan peralatan militer senilai €30 juta ke Israel—dua kali lipat dibandingkan tahun sebelumnya. Semua pengiriman ini dilakukan di tengah kecaman global terhadap Israel atas dugaan pelanggaran HAM dan genosida terhadap rakyat Palestina. (Lihat laporan resmi)

Sementara itu, laporan terbaru pada Juni 2025 lalu yang dirilis gabungan NGO menyebut Prancis secara “teratur dan terus-menerus” memasok peralatan militer kepada Israel sejak dimulainya agresi militer di Gaza pada Oktober 2023.

Laporan tersebut dirilis oleh jaringan aktivis internasional Progressive International, bekerja sama dengan sejumlah organisasi non-pemerintah (NGO), termasuk Palestinian Youth Movement, French Jewish Union for Peace, BDS France, dan Stop Arming Israel France.

Menurut laporan itu, pengiriman senjata dilakukan baik melalui laut maupun udara dan berlangsung tanpa jeda sejak Oktober 2023.

Pengiriman tersebut mencakup lebih dari 15 juta unit amunisi—termasuk bom, granat, torpedo, ranjau, misil, dan jenis senjata lainnya—dengan nilai lebih dari 8 juta dollar AS. Selain itu, tercatat 1.868 unit suku cadang dan aksesori untuk peluncur roket, granat, senapan militer, hingga senapan berburu, dengan nilai lebih dari 2 juta dollar AS.

Para penyusun laporan mengklaim menggunakan data dari Otoritas Pajak Israel (Israel Tax Authority), dengan mencocokkan data impor yang mengindikasikan asal-usul peralatan militer tersebut dari Prancis.

Dengan membandingkan data impor dari Israel dan data ekspor dari Prancis, laporan tersebut menemukan sedikitnya 14 penerbangan kargo yang mengangkut perlengkapan militer, serta setidaknya 16 pengiriman laut yang ditujukan ke pelabuhan Israel di Haifa dan Ashdod. (Lihat laporan)

Kenyataan ini membuat sikap politik Prancis akan menjadi paradoksal jika terus berlanjut: satu sisi mengakui Palestina, sisi lain memperkuat militer penjajahnya.

Menyadari hal itu, 11 organisasi non-pemerintah di Prancis, termasuk Amnesty International, sudah sejak 2024 mengajukan gugatan hukum untuk menghentikan penjualan senjata Prancis ke Israel. Mereka menegaskan bahwa senjata-senjata ini digunakan untuk menyerang warga sipil dan melanggar hukum internasional serta prinsip-prinsip dasar hak asasi manusia. (Lihat: Amnesty International)

Oleh karena itu, jika Prancis sungguh ingin berdiri di sisi sejarah yang benar, maka pengakuan terhadap Palestina harus dibarengi dengan langkah-langkah nyata: Menangguhkan seluruh ekspor senjata ke Israel, memberlakukan sanksi ekonomi terhadap entitas yang terlibat dalam pelanggaran HAM, dan menghentikan kerja sama militer dan intelijen yang dapat memperkuat pendudukan.

Tanpa itu, pengakuan kemerdekaan Palestina hanya akan menjadi deklarasi simbolik yang hampa, yang tidak memiliki daya tekan, dan tidak menciptakan perubahan nyata atas genosida Gaza, aneksasi di Tepi Barat, dan pendudukan terhadap Jerusalem.

Penulis adalah Direktur Eksekutif Baitul Maqdis Institute

Pizaro Idrus
Pizaro Idrus
Kandidat PhD bidang Hubungan Internasional Universitas Sains Malaysia. Peneliti Asia Middle East Center for Research and Dialogue
ARTIKEL TERKAIT
- Advertisment -spot_img

Most Popular