Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) menyampaikan kekhawatiran mendalam atas kondisi perempuan di Jalur Gaza yang terpaksa melahirkan di jalanan akibat hancurnya layanan kesehatan, menyusul operasi militer Israel yang terus berlangsung sejak Oktober 2023.
“Serangan Israel di Gaza memaksa perempuan melahirkan di jalan, tanpa rumah sakit, tanpa dokter, dan tanpa air bersih,” ujar Juru Bicara PBB, Stephane Dujarric, dalam konferensi pers, mengutip data Dana Kependudukan PBB (UNFPA), Rabu (18/9/2025).
UNFPA mencatat sekitar 23.000 perempuan tidak mendapatkan layanan kesehatan, dan sekitar 15 bayi lahir setiap pekan tanpa bantuan medis.
Dujarric menyerukan perlindungan segera bagi warga sipil dan menegaskan bahwa situasi di lapangan “semakin memburuk dari jam ke jam”. Ia juga menekankan bahwa perintah pengungsian yang dikeluarkan pihak-pihak bertikai tidak menghapus tanggung jawab mereka untuk melindungi warga sipil selama konflik berlangsung.
Menurutnya, Israel kembali mengeluarkan perintah evakuasi terhadap warga di Gaza City, memberi waktu 48 jam untuk pindah ke wilayah selatan melalui jalan Salah ad-Din — jalur utama yang membelah Gaza dari utara ke selatan.
“Ribuan orang terus mengungsi di tengah pertempuran yang aktif. Jalanan sangat padat, orang-orang kelaparan, dan anak-anak mengalami trauma,” ujarnya.
PBB mencatat sekitar 40.000 orang mengungsi ke selatan antara Senin dan Selasa, dengan total 200.000 pergerakan pengungsi sejak pertengahan Agustus 2025.
Organisasi kemanusiaan juga telah mendirikan tiga pos dukungan di wilayah selatan Gaza untuk membantu anak-anak yang terluka, terpisah dari keluarganya, atau menjadi yatim piatu.
Dujarric juga menyoroti runtuhnya layanan kesehatan di Gaza. Sejak berakhirnya gencatan senjata pada Maret lalu, tercatat 80 titik medis dan pusat layanan kesehatan primer yang menyediakan layanan kesehatan reproduksi telah terdampak, dan 65 di antaranya tidak lagi beroperasi.
Lebih lanjut, ia mengatakan bahwa Israel terus menghambat operasi bantuan kemanusiaan di Gaza. “Kemarin, dua misi kemanusiaan untuk mengambil bantuan makanan dari perbatasan Gaza dibatalkan atau ditolak,” ujarnya.
Meskipun beberapa misi bantuan diizinkan, ia menambahkan bahwa masih terdapat berbagai hambatan di lapangan. Penyeberangan Zikim, salah satu jalur masuk bantuan, telah ditutup selama lima hari berturut-turut.