Wakil Koordinator Khusus PBB untuk Proses Perdamaian Timur Tengah, Ramiz Alakbarov, memperingatkan bahwa kondisi kemanusiaan di Jalur Gaza “masih kelam”.
Dalam pemaparannya di hadapan Dewan Keamanan, Senin (24/11), ia menyebut banyak keluarga di Gaza yang tak lagi mampu membeli daging ayam atau sapi, meski harga sejumlah kebutuhan pokok mulai membaik dan pasokan relatif tersedia.
Alakbarov menegaskan bahwa PBB dan para mitra kemanusiaannya masih menghadapi hambatan besar dalam menyediakan perlengkapan hunian darurat—mulai dari tenda hingga selimut—yang sangat dibutuhkan menjelang musim dingin.
Ia menyerukan solusi cepat atas keterlambatan distribusi ini.
Laporan tersebut disampaikan setelah kunjungannya ke Gaza pekan lalu, di mana ia bertemu para pengungsi serta petugas kemanusiaan yang bekerja di lapangan.
Menurut Alakbarov, kekerasan yang terus terjadi mengancam gencatan senjata yang rapuh di wilayah itu.
Ia meminta semua pihak menahan diri dan mematuhi komitmen dalam perjanjian penghentian tembakan.
Ia juga menekankan bahwa PBB telah menggandakan upaya untuk memperluas distribusi bantuan, dan kembali mendesak Israel memperbesar kapasitas di perlintasan serta mempercepat izin masuknya suplai.
Alakbarov memperingatkan bahwa keputusan-keputusan yang diambil saat ini akan menentukan apakah gencatan senjata bertahan atau justru runtuh.
Ia menggarisbawahi pentingnya pelaksanaan penuh tahap pertama gencatan senjata dan mendesak para pihak menyepakati mekanisme lanjutan untuk tahap-tahap berikutnya.
Ia mengakui bahwa gencatan senjata relatif bertahan sejak diberlakukan bulan lalu.
Namun, ia juga menyoroti serangan udara Israel baru-baru ini terhadap area permukiman padat penduduk yang mengakibatkan banyak korban jiwa dan kerusakan signifikan.
Di sisi lain, faksi-faksi perlawanan Palestina tetap melancarkan serangan sporadis terhadap pasukan Israel di dalam Gaza.
Sebuah dinamika yang, menurutnya, menambah risiko runtuhnya gencatan senjata.
Peringatan atas eskalasi di Tepi Barat
Selain Gaza, Alakbarov juga mengingatkan adanya eskalasi serius di Tepi Barat yang dipicu perluasan permukiman ilegal, maraknya pos-pos perukim, serta meningkatnya kekerasan.
Termasuk aksi-aksi para pemukim dan penggusuran yang ia sebut berada pada “tingkat yang mengkhawatirkan”.
Ia menyebut kekerasan pemukim telah mencapai “tingkat darurat”.
PBB, menurutnya, mencatat jumlah tertinggi serangan pemukim terhadap warga Palestina sejak Oktober tahun lalu, bertepatan dengan musim panen zaitun, dengan rata-rata delapan serangan setiap hari.
Dalam banyak kasus, kekerasan tersebut menyebabkan para petani terluka dan merusak pohon zaitun—sumber nafkah utama di wilayah itu.
Ia menambahkan bahwa pasukan Israel kerap gagal menghentikan serangan tersebut, bahkan ditengarai terlibat atau membiarkannya terjadi.
Di sejumlah insiden, pemukim justru terlibat bentrokan dengan pasukan Israel.
Menutup laporannya, Alakbarov menegaskan bahwa PBB akan terus mendukung warga Palestina dan Israel, serta mendorong upaya mengakhiri pendudukan yang dianggap ilegal oleh hukum internasional.
Ia kembali menegaskan pentingnya solusi dua negara berdasarkan garis sebelum 1967, dengan Yerusalem sebagai ibu kota kedua negara yang hidup berdampingan secara damai.


