Thursday, May 15, 2025
HomeBeritaPencabutan Sanksi AS terhadap Suriah dinilai sebagai titik balik ekonomi

Pencabutan Sanksi AS terhadap Suriah dinilai sebagai titik balik ekonomi

Keputusan Presiden Amerika Serikat (AS), Donald Trump untuk mencabut sanksi ekonomi terhadap Suriah menuai sambutan positif dari pemerintah Damaskus dan para pengamat ekonomi.

Dalam pidatonya di Forum Investasi Saudi-Amerika di Riyadh, Trump menyebut langkah itu sebagai tindakan bersejarah untuk memberi Suriah sebuah kesempatan.

Efek dari pengumuman tersebut langsung terasa di pasar keuangan Suriah. Nilai tukar lira Suriah mencatat penguatan signifikan terhadap dolar Amerika.

Jika sehari sebelumnya lira diperdagangkan di kisaran 11.000 per dolar, maka pada Selasa malam (14/5), nilai tukarnya melonjak menjadi 8.400 lira per dolar, menguat sekitar 23 persen dalam satu hari.

Menteri Luar Negeri Suriah, As’ad Al-Syaibani, menyambut baik pernyataan Trump dan menyebutnya sebagai titik balik penting bagi rakyat Suriah.

Dalam wawancara dengan kantor berita resmi Suriah (SANA), ia menyatakan bahwa Trump telah menunjukkan keberanian lebih besar dibanding para pendahulunya dalam menangani krisis Suriah.

Ia bahkan menyatakan keyakinannya bahwa presiden AS itu berpeluang mencetak kesepakatan damai bersejarah serta kemenangan sejati bagi kepentingan Amerika di kawasan.

Dimensi ekonomi dan harapan baru

Jurnalis Al Jazeera Net melaporkan bahwa para pakar ekonomi melihat keputusan ini tidak hanya sebagai sinyal politik. Tetapi juga sebagai angin segar bagi perekonomian Suriah yang selama bertahun-tahun berada dalam isolasi internasional.

Ziyad Arbash, pakar ekonomi yang berbicara kepada Al Jazeera Net, menilai keputusan Trump sebagai “peristiwa bersejarah”.

Mengingat, lanjutnya, penderitaan panjang rakyat Suriah dan harapan besar mereka akan masa depan.

Menurutnya, dampak psikologis dari pengumuman tersebut langsung tercermin dalam menguatnya lira Suriah, yang menurutnya telah naik lebih dari 40 persen dalam transaksi hari itu.

Arbash memperkirakan bahwa pencabutan sanksi membuka peluang besar bagi Suriah untuk kembali terintegrasi dalam ekonomi global.

Apabila Uni Eropa turut mencabut sanksinya sebagaimana diprediksi, maka sektor-sektor ekonomi yang lebih luas akan mendapatkan ruang gerak baru.

Ia memaparkan 5 dimensi utama dari pencabutan sanksi ini:

Pertama, sinyal positif bagi dunia internasional. Keputusan ini diyakini akan memperkuat kepercayaan organisasi internasional seperti Bank Dunia dan Dana Moneter Internasional untuk kembali bekerja sama dengan Suriah. Hasil kunjungan delegasi Suriah ke AS baru-baru ini menunjukkan indikasi awal dari proses ini.

Kedua, peluang dukungan bilateral dan multilateral. Negara-negara seperti Arab Saudi, Qatar, dan Turki yang telah menunjukkan niat membantu pemulihan ekonomi Suriah kini memiliki ruang hukum dan politik yang lebih besar untuk memperluas kerja sama ekonomi.

Ketiga, manfaat regional lebih luas. Jika pencabutan sanksi mencakup sektor-sektor layanan penting, seperti energi dan infrastruktur, maka pemulihan Suriah juga akan berdampak pada stabilitas dan pembangunan kawasan secara keseluruhan.

Keempat, kebangkitan teknologi dan industri lokal. Jika sanksi atas sektor teknologi juga dilonggarkan, maka banyak sektor ekonomi lain dapat berkembang. Sebab sebelumnya, siapa pun yang bekerja sama dengan pemerintah Suriah berisiko terkena sanksi, termasuk perusahaan dari negara Barat.

Kelima, pintu terbuka bagi investasi asing. Langkah ini diperkirakan akan memicu diadakannya forum-forum investasi Arab dan internasional, termasuk dengan Turki. Selain itu, terbuka kemungkinan pendirian perusahaan-perusahaan baru yang tidak hanya memenuhi kebutuhan pasar domestik Suriah, tetapi juga menyasar ekspor ke luar negeri. Hal ini akan memperkuat posisi mata uang nasional dan memperbaiki daya beli masyarakat.

Lingkungan yang menarik untuk investasi

Keputusan AS mencabut sanksi terhadap Suriah membuka peluang baru bagi negara itu untuk membangun kembali fondasi ekonominya, memperkuat hubungan regional, dan menarik investasi asing.

Para pakar menilai, langkah ini dapat memperkuat kehadiran mitra-mitra kawasan seperti Arab Saudi dan Qatar di sektor-sektor strategis Suriah, sekaligus menciptakan iklim ekonomi yang lebih stabil dan terbuka.

Younes Karim, ekonom Suriah yang diwawancarai oleh Al Jazeera Net, menyatakan bahwa pencabutan sanksi memberikan ruang manuver lebih luas bagi negara-negara kawasan untuk menjalin kerja sama dengan Suriah.

Ia menyebut Saudi dan Qatar sebagai 2 negara yang paling berpotensi mengambil peran besar dalam fase pemulihan ini. Baik melalui dukungan langsung kepada institusi pemerintah maupun lewat pembiayaan gaji sektor publik.

Qatar bahkan disebut telah menyampaikan komitmennya sejak awal, sementara Saudi secara aktif mendorong investor untuk terlibat dalam proses rekonstruksi.

Menurut Karim, pencabutan sanksi terhadap Bank Sentral Suriah akan berdampak besar pada kemudahan transaksi perdagangan luar negeri.

Hal ini memungkinkan ekspor-impor kembali berjalan normal, dan membuka jalan bagi dukungan finansial dari diaspora Suriah di luar negeri.

Selain itu, keputusan ini dinilai dapat menjadi pemicu pembukaan ruang politik dalam negeri dan menciptakan stabilitas yang lebih kondusif bagi investasi.

Dalam jangka menengah, Karim memproyeksikan terbentuknya pendekatan baru terhadap transparansi dan tata kelola pemerintahan (governance), yang menurutnya dapat mendorong reformasi dalam struktur ekonomi nasional.

Ia juga menyoroti potensi digelarnya pemilu lokal skala kecil di berbagai wilayah dan kota sebagai bagian dari penguatan partisipasi masyarakat dalam pembangunan.

Ia juga menciptakan kepastian hukum dan politik yang dibutuhkan untuk investasi jangka panjang.

Ia memperkirakan, kesepakatan dengan Pasukan Demokratik Suriah (SDF) juga dapat tercapai.

Khususnya dalam rangka mengembangkan infrastruktur penting di wilayah timur laut, seperti jalan raya dan sektor perminyakan.

Dorongan untuk reformasi domestik

Sementara itu, ekonom Abdul Mun’im Al-Halabi menekankan pentingnya peran pemerintah dalam memastikan bahwa pencabutan sanksi membawa dampak nyata bagi kehidupan rakyat Suriah.

Dalam pandangannya, beberapa langkah mendesak harus segera diambil, antara lain:

  • Penguatan pengawasan harga: Pemerintah perlu mengaktifkan sistem pengawasan harga yang selaras dengan nilai nominal lira Suriah, sehingga daya beli masyarakat dapat meningkat secara nyata.
  • Perlindungan produk lokal: Dengan membatasi impor barang yang bersaing langsung dengan produk dalam negeri, Suriah dapat mendorong pertumbuhan industri lokal dan membangun fondasi ekonomi yang lebih seimbang.
  • Modernisasi sistem perbankan: Diperlukan pembaruan infrastruktur perbankan nasional dengan mengadopsi sistem digitalisasi untuk mengurangi ketergantungan pada transaksi tunai.
  • Penguatan lira suriah: Pemerintah didorong untuk mengurangi praktik dolaritas dalam perekonomian dan mengembalikan fungsi lira sebagai alat tukar utama.
  • Insentif investasi: Menyediakan insentif fiskal dan kemudahan akses kredit secara merata dinilai penting untuk menarik investor domestik dan asing.
  • Desentralisasi keuangan dan administratif: Hal ini akan memungkinkan daerah-daerah yang paling terdampak perang untuk berpartisipasi aktif dalam pengambilan keputusan pembangunan.
  • Persiapan untuk kembalinya pengungsi: Dengan meningkatkan layanan dasar dan menciptakan peluang kerja di wilayah asal para pengungsi, Suriah dapat mulai menciptakan kondisi bagi kembalinya warga yang terlantar.

Al-Halabi menutup komentarnya dengan menyerukan agar pemerintah Suriah menyusun rencana pembangunan 5 tahun yang terukur dan berbasis indikator, mencakup berbagai sektor ekonomi sebagai landasan pemulihan nasional.

Sanksi AS

Keputusan Amerika Serikat mencabut sanksi terhadap Suriah menandai akhir dari era panjang tekanan ekonomi dan politik yang diberlakukan sejak dekade 1980-an, dan semakin diperketat setelah konflik meletus pada 2011.

Selama bertahun-tahun, sanksi-sanksi tersebut telah melumpuhkan berbagai sektor strategis Suriah, menghambat investasi asing, serta memutus koneksi negara itu dari sistem keuangan global.

Sanksi pertama kali diterapkan oleh Washington pada 1980-an, namun mulai meningkat tajam setelah invasi AS ke Irak pada 2003.

Puncak dari kebijakan ini terjadi setelah dimulainya gelombang protes di Suriah pada 2011, ketika pemerintahan Amerika Serikat mulai menjatuhkan serangkaian paket sanksi secara bertahap.

Sanksi-sanksi ini secara langsung menyasar tokoh-tokoh utama rezim lama Suriah, termasuk Presiden terguling Bashar al-Assad dan anggota keluarganya.

Sanksi juga dikenakan terhadap berbagai institusi negara seperti Bank Sentral Suriah, Kementerian Pertahanan dan Kementerian Dalam Negeri, serta lembaga-lembaga militer dan keamanan.

Selain itu, sektor energi terkena dampak serius melalui pelarangan ekspor dan impor minyak Suriah, serta pembatasan investasi asing di sektor perbankan, energi, dan layanan keuangan.

Akibatnya, Suriah praktis terputus dari sistem keuangan internasional, dan mengalami kesulitan besar dalam menjalankan aktivitas ekonomi dasar.

Krisis mata uang pun tak terhindarkan, terutama ketika nilai tukar lira Suriah mulai anjlok drastis seiring dengan meningkatnya tekanan dari luar.

Salah satu instrumen sanksi paling ketat adalah Undang-Undang Caesar (Caesar Act), yang diberlakukan Amerika Serikat pada Juli 2020.

Undang-undang ini memperluas cakupan hukuman terhadap siapa pun—baik individu maupun lembaga—yang memberikan dukungan keuangan, teknis, atau material kepada pemerintah Suriah.

Sanksi ini bahkan berlaku secara ekstrateritorial, menyasar pihak ketiga di luar Suriah yang dianggap membantu pemerintah Suriah secara langsung atau tidak langsung.

Tujuan utama dari Caesar Act adalah mencegah normalisasi atau pemulihan rezim Suriah tanpa terlebih dahulu mencapai solusi politik yang disepakati secara internasional.

Imbas dari sanksi ini sangat terasa: nilai tukar lira Suriah merosot tajam, harga barang kebutuhan pokok melonjak, dan kehidupan masyarakat sehari-hari makin terjepit.

ARTIKEL TERKAIT
- Advertisment -spot_img

Most Popular