Tuesday, April 15, 2025
HomeBeritaPeneliti pertanyakan langkah Otoritas Palestina bubarkan aksi solidaritas Gaza

Peneliti pertanyakan langkah Otoritas Palestina bubarkan aksi solidaritas Gaza

Laporan menyebutkan bahwa aparat keamanan Otoritas Palestina pada Senin kemarin membubarkan aksi solidaritas untuk Gaza di dekat Bundaran Manara, Kota Ramallah.

Mereka juga menangkap sejumlah demonstran setelah melakukan pemukulan terhadap mereka.

Dalam wawancara dengan Al Jazeera, para peneliti politik dan pakar menegaskan bahwa tindakan aparat keamanan tersebut merupakan indikasi berbahaya dan perilaku yang hanya menguntungkan kepentingan pendudukan Israel.

Mereka menganggapnya sebagai bentuk penyingkiran terhadap arus perlawanan dan perjuangan dalam rakyat Palestina.

Serta mencerminkan adanya koordinasi yang terstruktur antara aparat keamanan Otoritas Palestina dan pasukan pendudukan Israel.

Aksi itu di tengah agresi yang terus berlangsung terhadap Jalur Gaza selama sekitar 18 bulan terakhir.

Pada Senin kemarin, seluruh kota di Tepi Barat melakukan mogok massal dan aksi protes sebagai respons atas seruan faksi-faksi Palestina dan aktivis untuk mengecam genosida di Gaza dan agresi Israel yang terus berlanjut.

Namun, aksi-aksi ini mendapat represi dan penangkapan oleh aparat keamanan Otoritas Palestina.

Sikap faksi-faksi

Hamas pada Selasa pagi mengeluarkan pernyataan yang mengutuk penangkapan para peserta aksi oleh aparat keamanan Otoritas Palestina di Tepi Barat.

Hal itu dilakukan dalam rangka mendukung Gaza dan menunjukkan solidaritas terhadapnya.

“Gelombang penangkapan yang dilakukan oleh aparat keamanan Otoritas terhadap warga kami di Tepi Barat setelah mereka berpartisipasi dalam aksi solidaritas untuk Gaza adalah indikasi berbahaya dan perilaku yang melayani kepentingan pendudukan Israel, serta merupakan tikaman baru terhadap rakyat dan perjuangan kita yang sedang berada dalam fase paling berbahaya,” kata Hamas dalam pernyataannya.

Gerakan Jihad Islam juga menyampaikan bahwa situasi sensitif yang dihadapi oleh perjuangan Palestina saat ini memerlukan penggabungan semua upaya untuk menghentikan pengusiran rakyat kami dari Gaza dan Tepi Barat.

Dalam pernyataannya kepada Al Jazeera Net, Ismail al-Sandawi, pejabat hubungan nasional Gerakan Jihad Islam, mengatakan tentang respon luas rakyat di Tepi Barat.

“Respon rakyat terhadap seruan mogok internasional sebagai bentuk kecaman terhadap genosida dan pembunuhan terhadap paramedis secara keji, serta tindakan aparat keamanan Palestina yang menindas demonstran dan melakukan penangkapan, adalah tindakan yang tidak nasionalis,” katanya.

Al-Sandawi menambahkan bahwa Otoritas seharusnya berperan dalam mendukung rakyat Palestina di Gaza melalui gerakan massa dan mengirimkan konvoi bantuan ke sana.

Sikap otoritas Palestina

Namun, seorang peneliti dan analis Palestina, Dr. “R. A” (yang enggan mengungkap identitasnya), menggambarkan bahwa demonstrasi kemarin bersifat legal dan diserukan oleh pihak resmi dan Gerakan Fatah.

Demonstrasi itu diikuti oleh banyak faksi perjuangan nasional dan disertai dengan seruan untuk mogok umum di wilayah pendudukan Palestina.

Seruan tersebut dipatuhi oleh semua pihak termasuk kementerian, sekolah, universitas, dan sektor perdagangan.

Dalam wawancaranya dengan Al Jazeera Net, peneliti tersebut mengatakan bahwa dia sendiri menyaksikan dalam aksi tersebut kehadiran pihak-pihak yang memiliki agenda luar atau berasal dari barisan oposisi.

Hal itu memanfaatkan kerumunan massa di Ramallah dan menyimpang dari tujuan utama demonstrasi.

Ia menambahkan bahwa pihak-pihak ini mulai merusak properti umum, tidak mematuhi arahan resmi demonstrasi, dan mengganggu lalu lintas.

“Sebagian dari mereka meneriakkan kata-kata penghinaan terhadap aparat keamanan dan membahayakan keselamatan warga,” imbuhnya.

Hal itu, menurutnya bertentangan dengan substansi dan tujuan demonstrasi. Sehingga aparat keamanan terpaksa turun tangan dan menangkap mereka yang dianggap menyimpang dari barisan nasional.

“Otoritas telah menentukan sikapnya”

Melihat kembali peristiwa yang terjadi pada demonstrasi hari Senin kemarin di Tepi Barat, para analis politik menilai bahwa Otoritas Palestina kini berada di persimpangan penting untuk menentukan arah yang akan diambilnya.

Terutama di tengah tantangan besar berupa pengusiran massal dan agresi yang terus-menerus terhadap rakyat Palestina.

Peneliti politik Muhammad Ghazi Al-Jamal mengatakan bahwa Otoritas Palestina tampaknya telah sejak lama menentukan pilihannya untuk lebih condong menjalankan fungsi keamanan.

“Tanpa mempertimbangkan arah politik atau justifikasi nasional dari kebijakan tersebut,” katanya.

Ia menambahkan bahwa hal ini berdampak negatif terhadap legitimasi dan dukungan rakyat. Sebagaimana ditunjukkan oleh berbagai jajak pendapat yang menunjukkan tingkat popularitas otoritas yang sangat rendah, baik di Tepi Barat maupun di luar negeri.

Dalam wawancaranya dengan Al Jazeera Net, Al-Jamal menambahkan bahwa dengan terus berlangsungnya tindakan brutal oleh sayap kanan Israel yang menghancurkan kamp-kamp pengungsi di Tepi Barat dan mengusir penduduknya.

Otoritas Palestina makin hari makin terintegrasi ke dalam sistem keamanan Israel. Otoritas mendapatkan perlindungan dan legitimasi politik sejauh hal itu diterima oleh sayap kanan nasionalis dan religius ekstrem di Israel.

Komitmen otoritas

Isu keputusan keamanan dan koordinasinya dengan Israel yang disampaikan Al-Jamal juga dibahas oleh Direktur Lembaga Media Femid, Ibrahim Al-Madhoun.

Ia menilai bahwa hal itu terjadi dalam kerangka koordinasi yang erat dan terencana. Ia menyebut bahwa sebagian operasi bahkan dilakukan atas permintaan langsung dari pihak pendudukan, termasuk penangkapan yang bersifat taktis dan bertujuan keamanan.

Dalam wawancaranya dengan Al Jazeera Net, Al-Madhoun menyatakan bahwa ada kesepakatan tidak resmi antara aparat keamanan Palestina dan Israel untuk menjaga stabilitas di Tepi Barat.

“Mencegah munculnya solidaritas atau simpati massal terhadap Gaza. Oleh karena itu, setiap kegiatan dukungan terhadap Gaza selalu digagalkan secara dini, dan siapa pun yang menunjukkan dukungan terhadap perlawanan akan diburu dan ditangkap,” ungkapnya.

Menurut Al-Madhoun, kesepakatan ini memunculkan pertanyaan tentang apa yang sebenarnya diperoleh Otoritas Palestina dari semua ini.

“Otoritas pada dasarnya tidak memperoleh apa pun dari penangkapan-penangkapan ini selain semakin terjebak dalam komitmen keamanan terhadap Israel. Telah menjadi jelas bahwa otoritas tidak mampu melepaskan diri dari komitmen ini, yang membuatnya lebih terlihat seperti penjaga daripada representasi nasional. Penyimpangan ini memperdalam krisis internal dan semakin mengikis kepercayaan rakyat,” terangnya.

Mengapa ada koordinasi keamanan?

Namun, penangkapan yang terjadi dalam demonstrasi hari Senin di Tepi Barat memiliki dimensi yang lebih dalam dari sekadar koordinasi keamanan antara Otoritas Palestina dan Israel, menurut penulis dan analis politik Palestina Ahmad Al-Hilah.

Dalam pernyataannya kepada Al Jazeera Net, Al-Hilah menyebut sejumlah alasan mengapa Otoritas Palestina terus menjalin koordinasi keamanan dengan pendudukan Israel, antara lain:

  • Penangkapan ini merupakan bagian dari kebijakan untuk menyingkirkan dan meminggirkan arus perlawanan dalam masyarakat Palestina, yang merupakan konsekuensi dari perjanjian Oslo secara politik dan keamanan.
  • Koordinasi ini mencerminkan sikap menyangkal kegagalan total yang dialami oleh pemimpin Otoritas Palestina dan runtuhnya program politik mereka, serta ketakutan terhadap bangkitnya arus perlawanan yang meluas.
  • Upaya untuk memonopoli keputusan nasional Palestina dan kekuasaan, terlepas dari realitas pahit dan konsekuensi tragis terhadap perjuangan nasional akibat faktor internal dan kebijakan kolonial serta Yahudisasi oleh Israel.
  • Penangkapan ini juga merupakan bagian dari upaya untuk mempertahankan kelangsungan otoritas sebagai entitas administratif lokal. Mempertahankan hak istimewa materiilnya, semuanya berdasarkan standar yang ditetapkan oleh Israel—yang mengendalikan keuangan rakyat Palestina, otoritas, dan privilese para pemimpinnya. Akibatnya, dimensi nasional menjadi korban, dan hak-hak rakyat Palestina terancam lenyap akibat keganasan pendudukan dan pengingkarannya terhadap hak-hak rakyat.

Di tengah situasi ini, Israel dan para pemukimnya terus meningkatkan agresinya di Tepi Barat, termasuk Yerusalem Timur. Berdasarkan data resmi Palestina, agresi tersebut telah menyebabkan lebih dari 945 warga Palestina gugur. Sekitar 7.000 terluka, dan 15.800 lainnya ditangkap.

Sementara itu, pendudukan Israel juga terus melancarkan serangan udara, darat, dan laut ke Jalur Gaza sejak melanjutkan aksi genosida pada 18 Maret 2025.

Menurut statistik Kementerian Kesehatan di Gaza, hingga Selasa ini, Israel telah membunuh 1.450 warga Palestina dan melukai 3.647 lainnya.

ARTIKEL TERKAIT
- Advertisment -spot_img

Most Popular