Pembantaian di Kamp Jabalia, Gaza, yang dilakukan oleh pasukan Israel baru-baru ini dinilai tidak dapat dilihat sebagai peristiwa yang terpisah.
Pengamat Hubungan Internasional Universitas Al Azhar Indonesia, Ramdhan Muhaimin, menyatakan bahwa serangan tersebut merupakan bagian dari upaya Israel dalam mewujudkan doktrin ideologis yang berakar pada teologi Yahudi mengenai “Tanah yang Dijanjikan” atau Eretz Yisrael.
“Jika kita melihat kebijakan militer dan penjajahan Israel di Palestina, kita tidak bisa memisahkannya menjadi kasus per kasus. Kebijakan ini harus dilihat dalam kerangka besar, yaitu doktrin the Great Israel yang tertulis dalam kitab Tanakh mereka,” ujar Ramdhan kepada Gazamedia.net pada Jum’at (25/10).
Menurutnya, upaya Israel menggeser populasi Gaza dari utara ke selatan dan kembali lagi ke tengah, seperti yang terjadi dalam serangan terbaru ini, bukan sekadar taktik militer biasa.
“Ini adalah bagian dari drama kolonial untuk mendukung ideologi mereka. Orang-orang Yahudi ekstrem memandang non-Yahudi sebagai najis, dan hal ini memengaruhi kebijakan politik mereka,” lanjutnya.
Serangan yang terus berlanjut di Jabalia, yang telah menewaskan ratusan warga sipil, termasuk perempuan dan anak-anak, merupakan salah satu bentuk implementasi dari strategi kolonial tersebut.
“Ini bukan sekadar peperangan yang bisa dijelaskan melalui pendekatan Hubungan Internasional tradisional yang cenderung berbasis pada pengalaman Barat,” jelas Ramdhan.
Ia menambahkan, langkah Israel dalam menggiring penduduk Gaza dari satu wilayah ke wilayah lainnya hanyalah bagian dari upaya mereka untuk memusnahkan populasi Palestina.
“Ini adalah problem moral dan politik yang tidak diakui oleh Israel, namun sangat jelas dalam tindakan mereka di lapangan,” tutupnya.
Pasukan Israel dilaporkan telah melakukan pembersihan etnis atau genosida pada setengah wilayah Jabalia.
Militer penjajah melakukan serangan ke sekolah-sekolah di Jabalia dan daerah sekitarnya untuk secara paksa mengusir warga sipil Palestina yang tidak bersenjata, kelaparan, dan terjebak di rumah mereka.
Hal ini terjadi seiring dengan berlanjutnya kampanye militer untuk membersihkan etnis di utara Gaza yang memasuki minggu ketiga, seperti disampaikan oleh saksi mata kepada Middle East Eye pada Kamis (24/10).
Bersamaan dengan serangan udara dan penembakan artileri, pasukan darat Israel menyerang rumah-rumah dan bangunan yang digunakan sebagai tempat perlindungan oleh keluarga yang mengungsi, memaksa mereka keluar dengan ancaman senjata.
Bangunan-bangunan, termasuk sekolah-sekolah PBB dan rumah-rumah, kemudian dihancurkan atau dibakar oleh tentara Israel untuk mencegah orang-orang kembali.
Pasukan penjajah kemudian memisahkan pria dari wanita, sebelum membawa mereka untuk diinterogasi di lapangan secara memalukan dan kemudian membawa banyak dari mereka ke lokasi yang tidak diketahui.