Perdana Menteri Spanyol, Pedro Sánchez, menegaskan bahwa negaranya telah menjadi “teladan sekaligus sumber kebanggaan bagi masyarakat internasional” melalui aksi-aksi protes menentang genosida yang dilakukan Israel di Gaza.
Dalam pidatonya di sebuah acara Partai Sosialis Pekerja Spanyol (PSOE) di Kota Málaga, Sánchez menyoroti unjuk rasa yang berlangsung di sepanjang ajang balap sepeda La Vuelta sejak 27 Agustus.
Menurut dia, aksi-aksi itu menunjukkan langkah maju Spanyol dalam memperjuangkan hak asasi manusia.
Ia mengaku terkesan dengan semangat rakyat Spanyol yang turun ke jalan membela apa yang disebutnya sebagai perjuangan adil, yakni membela hak-hak asasi manusia, termasuk bagi bangsa Palestina.
“Di sebuah negara yang multikultural dan terdiri dari berbagai daerah seperti Spanyol, persatuan dalam membela keadilan adalah nilai yang patut dijunjung,” ujar Sánchez.
Aksi nyaris harian
Gelombang protes itu bahkan memengaruhi jalannya lomba. Pada etape ke-18, penyelenggara terpaksa memangkas lintasan dari 27,5 kilometer menjadi hanya 12 kilometer karena alasan keamanan menyusul aksi demonstrasi anti-Israel yang terus berulang.
Sasaran utama protes ialah keikutsertaan tim balap Israel Premier Tech, milik pengusaha Silvan Adams yang dikenal dekat dengan Perdana Menteri Israel, Benjamin Netanyahu.
La Vuelta sendiri berlangsung 23 Agustus hingga 14 September 2025, menempuh jarak total lebih dari 3.100 kilometer dalam 21 etape.
Setelah melalui Italia dan Prancis, balapan memasuki wilayah Spanyol pada 27 Agustus. Sejak saat itu, hampir setiap hari muncul demonstrasi mengecam kebijakan Israel di Gaza.
Sejumlah organisasi masyarakat sipil pro-Palestina di Spanyol juga meluncurkan inisiatif bernama “Plataforma Boicot Deportivo a Israel” atau Platform Boikot Olahraga terhadap Israel.
Mereka menyerukan agar Israel dilarang berpartisipasi dalam ajang olahraga internasional selama pemerintahnya masih melakukan kejahatan perang dan genosida di Gaza.
Dengan dukungan Amerika Serikat (AS), Israel sejak 7 Oktober 2023 melancarkan operasi militer yang digolongkan banyak pihak sebagai genosida terhadap rakyat Gaza.
Korban tewas tercatat sedikitnya 64.871 jiwa, sementara lebih dari 164.000 orang terluka, mayoritas perempuan dan anak-anak.
Ratusan ribu lainnya terpaksa mengungsi, dan kelaparan yang meluas telah merenggut nyawa 422 warga Palestina, termasuk 145 anak.