Friday, June 13, 2025
HomeBeritaProtes UU wajib militer bagi Yahudi ortodoks, Menteri Permukiman Israel mundur

Protes UU wajib militer bagi Yahudi ortodoks, Menteri Permukiman Israel mundur

Menteri Permukiman dan Pembangunan Israel, Yitzhak Goldknopf, mengundurkan diri pada Kamis (12/6/2025) sebagai bentuk protes atas kegagalan pemerintah dalam mengesahkan undang-undang yang membebaskan kaum Yahudi ultra-Ortodoks dari wajib militer. Kabar ini pertama kali dilaporkan harian Yedioth Ahronoth dan dikutip oleh kantor berita Anadolu.

Goldknopf merupakan anggota Partai Agudat Yisrael yang tergabung dalam aliansi United Torah Judaism (UTJ) bersama Partai Degel HaTorah. Keduanya mewakili komunitas Yahudi ultra-Ortodoks (Haredi) di Israel.

Dalam surat pengunduran dirinya kepada Perdana Menteri Benjamin Netanyahu, Goldknopf menuliskan bahwa dirinya telah memperingatkan pemerintah sebelumnya. “Perdana Menteri telah diberi tahu bahwa jika tidak ada kemajuan dalam legislasi mengenai pembebasan siswa yeshiva dari dinas militer pada awal Juni, maka langkah serius akan diambil terhadap koalisi,” tulisnya.

Ia juga menilai bahwa kesepakatan yang dicapai antara Partai Shas dan Degel HaTorah dengan Ketua Komite Luar Negeri dan Pertahanan Knesset, Yuli Edelstein, tidak sesuai dengan komitmen yang telah dijanjikan Netanyahu dalam perjanjian koalisi.

Meski Goldknopf mundur dari jabatan menteri, aliansi UTJ masih tetap berada dalam koalisi pemerintahan Netanyahu. Hingga Kamis malam, belum ada pernyataan resmi dari kantor perdana menteri menanggapi pengunduran diri tersebut.

Pada hari yang sama, kubu oposisi di parlemen Israel (Knesset) mengajukan rancangan undang-undang untuk membubarkan Knesset. Namun, usulan tersebut gagal lolos setelah hanya memperoleh 53 suara, jauh dari ambang batas 61 suara yang dibutuhkan, menyusul penarikan dukungan dari partai-partai Haredi.

Menurut undang-undang di Israel, rancangan pembubaran Knesset yang gagal tidak dapat diajukan kembali hingga enam bulan kemudian.

Pengunduran diri Goldknopf terjadi di tengah gelombang protes yang terus berlangsung di kalangan komunitas Yahudi ultra-Ortodoks, menyusul putusan Mahkamah Agung Israel pada 25 Juni 2024 yang mewajibkan kelompok tersebut untuk mengikuti wajib militer.

Putusan tersebut juga melarang pemberian bantuan keuangan negara kepada institusi keagamaan yang menolak mematuhi kewajiban tersebut.

Komunitas Haredi, yang mencakup sekitar 13 persen dari total 10 juta penduduk Israel, secara konsisten menolak wajib militer dengan alasan agama. Mereka berpendapat bahwa mempelajari kitab Taurat adalah kewajiban utama mereka, dan bahwa integrasi ke dalam masyarakat sekuler dapat mengancam identitas serta kohesi komunitas mereka.

 

Pizaro Idrus
Pizaro Idrus
Kandidat PhD bidang Hubungan Internasional Universitas Sains Malaysia. Peneliti Asia Middle East Center for Research and Dialogue
ARTIKEL TERKAIT
- Advertisment -spot_img

Most Popular