Puluhan ribu warga Palestina dilaporkan mulai kembali ke wilayah-wilayah yang sebelumnya ditinggalkan pasukan Israel, menyusul pemberlakuan gencatan senjata pada Jumat (10/10/2025), sebagaimana dilaporkan koresponden Anadolu.
Sebagian besar warga yang kembali berasal dari wilayah selatan Jalur Gaza dan bergerak menuju utara, tempat tinggal mereka sebelum konflik. Mereka menempuh perjalanan panjang dengan berjalan kaki, sementara sebagian lainnya menggunakan kendaraan yang masih beroperasi di tengah kelangkaan bahan bakar, serta menggunakan gerobak yang ditarik hewan, sepeda, dan sepeda motor.
Secara bersamaan, ribuan warga lainnya juga kembali ke rumah mereka di wilayah Gaza tengah dan sejumlah bagian timur Khan Younis di selatan, setelah pasukan Israel mundur dari kawasan tersebut.
Akses utama perpindahan dari selatan ke utara berlangsung melalui Jalan Al-Rashid di pesisir barat dan Jalan Salah al-Din di bagian timur Jalur Gaza.
Namun, tidak sedikit warga yang harus mendirikan tenda di atas puing-puing rumah mereka yang hancur saat kembali ke lokasi permukiman.
Penarikan pasukan Israel secara bertahap hingga garis demarkasi “garis kuning” selesai dilakukan pada Jumat, sesuai dengan rencana yang diusulkan Presiden Amerika Serikat Donald Trump.
Pasukan Israel menarik diri dari Kota Gaza di bagian utara, dengan pengecualian di wilayah Shejaiya serta sebagian kawasan Al-Tuffah dan Zeitoun. Di selatan, pasukan juga mundur dari wilayah tengah dan timur Khan Younis. Meski demikian, warga sipil masih belum diizinkan memasuki Beit Hanoun dan Beit Lahia di Gaza utara.
Kantor Media Pemerintah Gaza melaporkan pada Sabtu bahwa lebih dari 5.000 misi kemanusiaan, termasuk layanan kesehatan, penyelamatan, dan bantuan darurat, telah dilakukan dalam 24 jam terakhir di berbagai wilayah Gaza.
Gencatan senjata ini merupakan bagian dari fase pertama dari rencana 20 poin yang diumumkan Presiden Trump pada 29 September lalu, yang bertujuan mengakhiri pertempuran di Gaza. Rencana tersebut mencakup pembebasan seluruh tawanan Israel yang ditahan Hamas, sebagai imbal balik atas pembebasan sekitar 2.000 tahanan Palestina, serta penarikan bertahap pasukan Israel dari seluruh Jalur Gaza.
Fase kedua rencana tersebut mencakup pembentukan mekanisme pemerintahan baru di Gaza tanpa keikutsertaan Hamas, pembentukan pasukan keamanan yang terdiri dari warga Palestina serta personel negara-negara Arab dan Islam, serta proses perlucutan senjata Hamas.
Sejak Oktober 2023, serangan Israel telah menewaskan hampir 67.200 warga Palestina di Jalur Gaza. Mayoritas korban adalah perempuan dan anak-anak. Wilayah itu kini dinilai hampir tak layak huni.