Ratusan tokoh agama dari komunitas Druze di Suriah tiba di Israel pada Jumat (25/4/2025) untuk berpartisipasi dalam perayaan keagamaan di wilayah Galilea.
Kunjungan ini merupakan yang kedua dalam kurun waktu sebulan terakhir.
Melalui unggahan di akun Facebook pribadinya, pemimpin spiritual Druze di Israel, Sheikh Mowafaq Tarif, mengumumkan kedatangan para syekh dari Suriah.
Kunjungan itu untuk mengunjungi makam suci Nabi Syu’aib. Kegiatan ini dijadwalkan berlangsung hingga Sabtu.
Menurut laporan Agence France-Presse (AFP), kunjungan ini merupakan bagian dari tradisi tahunan yang telah berlangsung lebih dari 140 tahun.
Tradisi tersebut mengharuskan para tokoh Druze dari Lebanon, Suriah, dan Yordania untuk mengunjungi makam Nabi Syu’aib di Galilea setiap tahun, antara 22 hingga 25 April.
Namun, partisipasi para peziarah dari ketiga negara tersebut berangsur-angsur terhenti, terutama pasca-Perang 1948.
Abu Yazan, kepala desa Hader di Dataran Tinggi Golan yang sebagian diduduki Israel, menyatakan kepada AFP bahwa sekitar 400 tokoh agama dari desanya dan dari kota Jaramana, pinggiran Damaskus, turut serta dalam kunjungan ini.
Ia menjelaskan bahwa nama-nama peserta telah disampaikan oleh pihak Israel untuk disetujui.
Menurut Abu Yazan, para peserta diberangkatkan dengan bus yang disediakan Israel dari sebuah titik perbatasan yang baru dibuka di utara Hader, wilayah Provinsi Quneitra.
Selain itu, dari Provinsi Sweida di selatan Suriah, lebih dari 150 tokoh agama juga ikut serta dalam rombongan ini.
Seorang sumber lokal di Sweida menyebutkan bahwa para peserta telah memberitahukan niat mereka kepada pemerintah Suriah, meski tidak menerima jawaban resmi, baik berupa persetujuan maupun penolakan.
Berbeda dari kunjungan sebelumnya yang hanya berlangsung satu hari, kali ini rombongan mendapat izin dari otoritas Israel untuk menginap satu malam.
“Kami sebenarnya meminta izin untuk tinggal selama seminggu agar dapat mengunjungi makam dan bertemu saudara-saudara seiman kami. Namun, Israel hanya memperbolehkan satu malam dengan pengawasan ketat,” ujar Abu Yazan.
Ia juga menegaskan bahwa tujuan kunjungan ini bersifat murni keagamaan.
Media lokal Suwayda 24 melaporkan bahwa koordinasi kunjungan dilakukan antara lembaga-lembaga keagamaan Druze di Suriah dan Israel.
Nama-nama peserta dikirimkan oleh perwakilan Druze di Galilea kepada otoritas Israel, yang kemudian memberikan persetujuan.
Komunitas Druze tersebar di Lebanon, Israel, Suriah, serta di Dataran Tinggi Golan yang diduduki Israel. Sweida, provinsi di selatan Suriah yang berbatasan dengan Quneitra, menjadi pusat utama komunitas Druze di negara itu.
Sejak meletusnya konflik di Suriah tahun 2011, komunitas Druze sebagian besar berhasil menjaga netralitas, tidak terlibat aktif dalam peperangan, baik di pihak pemerintah maupun oposisi.
Banyak pemuda Druze menolak wajib militer, lebih memilih mengangkat senjata hanya untuk mempertahankan wilayah mereka, sementara rezim Damaskus membiarkan kondisi ini berlangsung.
Kunjungan para syekh Suriah kali ini mengikuti kunjungan 100 tokoh Druze Israel ke Suriah bulan lalu, yang menjadi kunjungan resmi pertama dalam 52 tahun terakhir.
Di tengah hubungan yang sensitif ini, pernyataan Menteri Pertahanan Israel Yisrael Katz baru-baru ini sempat menimbulkan ketegangan.
Ia menyatakan bahwa Israel siap “menyakiti” pemerintah Suriah jika terjadi ancaman terhadap komunitas Druze, menyusul bentrokan kecil di Jaramana.
Pernyataan tersebut ditolak tegas oleh para pemimpin spiritual Druze di Suriah, yang menegaskan komitmen mereka terhadap persatuan nasional Suriah.
Presiden Suriah Ahmed Al-Sharaa bahkan menyerukan komunitas internasional untuk menekan Israel agar segera menarik pasukannya dari wilayah Suriah selatan, pasca jatuhnya rezim Bashar al-Assad.