Remaja Amerika, Mohammed Ibrahim, dibebaskan sembilan bulan setelah ditahan pasukan Israel dalam sebuah penggerebekan malam hari di Tepi Barat yang diduduki. Informasi ini disampaikan Kamis oleh Council on American-Islamic Relations (CAIR).
Ibrahim, yang kini berusia 16 tahun, ditangkap pada 16 Februari ketika pasukan Israel memasuki rumah keluarganya di al-Mazra’a ash-Sharqiya, Tepi Barat.
Menurut keluarganya, selama berada di penjara militer Israel, Ibrahim mengalami pemukulan, kelaparan, dan berbagai bentuk perlakuan buruk lainnya.
“Mohammed seharusnya menghabiskan tahun ini belajar untuk izin mengemudi dan menikmati waktu bersama keluarga—bukan dikurung di penjara militer, dipukuli, dibuat kelaparan, dan ditakut-takuti. Pembebasannya adalah alasan untuk bersyukur, tetapi ini juga harus menjadi titik balik. Amerika Serikat tidak bisa terus memberikan dukungan tanpa batas kepada pemerintah yang menyiksa anak Amerika,” kata CAIR Florida melalui platform X.
CAIR Nasional menyambut pembebasan Ibrahim, namun menekankan perlunya tindakan lebih jauh.
“Kepulangannya merupakan berkah, tetapi tidak menghapus penyiksaan dan penderitaan yang ia alami,” ujar mereka. “Pemerintah AS bertanggung jawab menyelidiki dugaan penyiksaan terhadap warganya dan memastikan tidak ada anak lain—baik Amerika maupun Palestina—mengalami perlakuan serupa.”
Paman Ibrahim, Zeyad Kadur, mengatakan keluarga kini merasa lega setelah berbulan-bulan diliputi kecemasan.
“Kata-kata tak bisa menggambarkan besarnya kelegaan kami saat ini, melihat Mohammed kembali berada dalam pelukan orang tuanya,” ujarnya. Ia menambahkan bahwa keluarga kini fokus pada perawatan medis setelah “bulan-bulan kondisi tidak manusiawi di bawah perlakuan Israel.”
Menyerukan agar pemerintah AS “melindungi keluarga kami,” Kadur menuturkan: “Mohammed terpaksa menghabiskan ulang tahun ke-16 dalam tahanan yang tidak adil, jauh dari orang-orang yang menyayanginya. Kini ketika ia sudah pulang, kami akhirnya dapat mengucapkan selamat ulang tahun padanya.”


