Pengadilan pusat Israel di Yerusalem Timur yang diduduki pada hari Selasa (23/4/2025) menjatuhkan hukuman penjara selama 24 tahun kepada Basil Ubaidiyah, seorang pemuda asal wilayah Jabal al-Mukabbir.
Ia divonis bersalah atas dugaan serangan penikaman yang terjadi pada 6 September 2023 di dekat Bab al-Khalil, salah satu pintu masuk Kota Tua Yerusalem.
Saat insiden terjadi, Basil Ubaidiyah masih berusia 17 tahun. Namun, sebagaimana disampaikan pengacaranya, Hamzah Qattinah, pengadilan memperlakukannya layaknya orang dewasa.
Kini, Ubaidiyah yang telah beranjak dewasa menjalani hukumannya di penjara Ramon yang terletak di gurun Negev, selatan Israel.
Dalam dakwaan yang diajukan, Ubaidiyah dituduh melakukan tiga upaya pembunuhan, dua percobaan penganiayaan berat, serta pelanggaran terhadap Undang-undang Anti-Terorisme Israel.
Selain hukuman penjara, pengadilan juga menjatuhkan sanksi pembayaran kompensasi kepada lima korban luka dari insiden tersebut, dengan total senilai 125.000 shekel atau sekitar 34.000 dolar AS.
“Sayangnya, pengadilan tidak mempertimbangkan usia muda terdakwa dalam perkara-perkara yang dimasukkan ke dalam kategori ‘terorisme’. Hukuman dijatuhkan seolah-olah ia adalah orang dewasa penuh,” ujar Qattinah kepada Al Jazeera.
Ia juga menambahkan bahwa tren memperlakukan anak-anak di bawah umur seperti orang dewasa dalam proses peradilan kian menguat.
Ketika ditanya soal kemungkinan pengaruh situasi perang terhadap putusan pengadilan, Qattinah menegaskan bahwa ada peningkatan signifikan dalam beratnya vonis sejak perang meletus.
“Tidak diragukan lagi, seluruh vonis dalam kasus-kasus semacam ini menjadi lebih berat sejak perang dimulai. Bahkan sebelum perang, hukumannya sudah tergolong keras,” katanya.
Ubaidiyah berasal dari desa Al-Ubaidiyah di timur laut Bethlehem, namun bersama keluarganya ia tinggal di wilayah Jabal al-Mukabbir, Yerusalem.
Keputusan pengadilan atas dirinya memunculkan kembali kenangan publik atas kasus Ahmad Manasrah, seorang remaja Palestina yang juga dipenjara sejak usia anak-anak dan mengalami gangguan kesehatan selama masa tahanan.
Selain Basil dan Ahmad, saat ini tercatat ada 66 anak dan remaja dari Yerusalem yang mendekam di penjara Israel.
Termasuk 4 anak yang ditempatkan di lembaga pemasyarakatan tertutup yang menyerupai penjara dewasa.
Menurut data Komite Keluarga Tahanan Yerusalem, remaja dengan masa hukuman terlama saat ini adalah Ahmad al-Zalbani yang dijatuhi hukuman 18 tahun penjara, diikuti oleh Muhammad Abu Qutaysh dengan 15 tahun, dan Jaafar Muttour dengan 12 tahun penjara.
Pengacara Khaled Zabarqah, yang banyak menangani kasus hukum warga Yerusalem, menyoroti penerapan Undang-undang Anti-Terorisme terhadap anak-anak.
“UU tersebut seharusnya hanya berlaku bagi orang dewasa. Anak-anak memiliki standar hukum yang berbeda, namun pengadilan Israel bersikeras memberlakukan standar orang dewasa pada anak-anak,” ujarnya.
Kasus-kasus seperti ini menambah sorotan terhadap perlakuan sistem peradilan Israel terhadap tahanan anak Palestina, dan mengundang keprihatinan dari berbagai kelompok hak asasi manusia internasional.