Kantor berita Reuters melaporkan, Presiden Suriah, Ahmad Al-Sharaa, meminta Rusia menyerahkan mantan presiden Bashar al-Assad dan para pembantu dekatnya yang kini berada di Rusia.
Reuters menyebutkan, informasi itu didapat dari sumber Suriah yang mengetahui perundingan antara pejabat Suriah dan delegasi Rusia di Damaskus.
Namun, juru bicara Kremlin, Dmitry Peskov, menolak berkomentar mengenai apakah permintaan tersebut benar-benar diajukan dalam pertemuan antara Al-Sharaa dan Wakil Menteri Luar Negeri Rusia, Mikhail Bogdanov, yang berlangsung pada Rabu (28/1).
Dalam pernyataan terpisah, Kementerian Luar Negeri Rusia menyatakan bahwa delegasi mereka menegaskan dukungan terhadap kedaulatan dan integritas wilayah Suriah.
Kunjungan itu disebut berlangsung dalam “momen yang krusial” bagi hubungan kedua negara.
Bogdanov menggambarkan pertemuannya dengan Al-Sharaa serta Menteri Luar Negeri Suriah, As’ad Al-Shaibani, sebagai “positif, praktis, dan konstruktif.”
Ia juga menegaskan kesiapan Moskow untuk membantu menstabilkan situasi di Suriah dan mencari solusi atas permasalahan ekonomi serta sosial melalui dialog yang langsung dan membangun antara berbagai kelompok politik dan masyarakat.
Masa Depan Pangkalan Militer Rusia
Terkait pembatalan kontrak antara perusahaan Rusia dengan pemerintah Suriah dalam pengelolaan Pelabuhan Tartus, Bogdanov menyatakan hal itu adalah persoalan teknis dan komersial yang menyangkut operasional perusahaan Rusia di fasilitas tersebut.
Ia menambahkan bahwa, sejauh pemahaman delegasi Rusia, status fasilitas militer Moskow di Tartus dan Hmeimim belum mengalami perubahan.
Kedua negara sepakat untuk melanjutkan pembicaraan terkait berbagai aspek kerja sama bilateral, termasuk masa depan pangkalan militer Rusia di Suriah.
Menurut Bogdanov, keberlanjutan pangkalan udara Hmeimim dan pangkalan angkatan laut Tartus di Suriah masih memerlukan negosiasi lebih lanjut dengan pemerintah Suriah yang baru.
Mengatasi Kesalahan Masa Lalu
Sementara itu, kantor berita Suriah, SANA, melaporkan bahwa perundingan dengan Rusia di Damaskus berfokus pada isu-isu utama, termasuk penghormatan terhadap kedaulatan dan keutuhan wilayah Suriah.
SANA menyebut bahwa pihak Rusia menyambut baik perubahan positif yang tengah berlangsung di Suriah.
Dalam dialog tersebut, juga dibahas peran Moskow dalam membangun kembali kepercayaan dengan rakyat Suriah melalui langkah-langkah konkret seperti kompensasi, rekonstruksi, dan pemulihan ekonomi.
Selain itu, kedua pihak membicarakan mekanisme keadilan transisi guna memastikan akuntabilitas dan keadilan bagi para korban perang yang terjadi di bawah rezim Assad.
Pemerintah baru Suriah menegaskan komitmennya untuk berinteraksi dengan semua pemangku kepentingan secara prinsipil demi membangun masa depan Suriah yang berlandaskan keadilan, martabat, dan kedaulatan.
Suriah juga menegaskan bahwa pemulihan hubungan dengan Rusia harus mempertimbangkan upaya mengoreksi kesalahan masa lalu, menghormati kehendak rakyat, serta mengedepankan kepentingan nasional Suriah.
Kunjungan delegasi Rusia yang dipimpin oleh Bogdanov dan utusan khusus Presiden Vladimir Putin, Alexander Lavrentiev, merupakan yang pertama sejak tumbangnya rezim Assad pada 8 Desember 2024.
Pada hari itu, Assad melarikan diri ke Rusia—sekutunya yang paling berpengaruh—setelah pasukan Rusia mendukung pemerintahannya sejak 2015 melalui intervensi militer di Suriah.
Baca juga: Tentara Israel tak sengaja tembak mati pekerja Israel di Gaza Tengah
Baca juga: Hamas akan bebaskan lagi 3 sandera Israel hari ini