Delegasi Hamas dilaporkan menuju Kairo untuk membahas proposal baru terkait gencatan senjata jangka panjang yang berpotensi mengakhiri konflik berkepanjangan di Jalur Gaza.
Dua sumber yang dikutip oleh kantor berita Reuters menyebutkan bahwa delegasi Hamas akan membahas tawaran gencatan senjata selama lima hingga tujuh tahun.
Usulan ini disampaikan dengan syarat seluruh tawanan yang ditahan di Gaza dibebaskan dan pertempuran dihentikan sepenuhnya.
Hingga saat ini, Israel belum memberikan tanggapan resmi terhadap proposal tersebut.
Sementara itu, kantor berita AFP mengutip seorang pejabat Hamas yang mengonfirmasi bahwa delegasi yang dipimpin oleh kepala Hamas di Gaza, Khalil al-Hayya, telah tiba di Kairo.
Kedatangan itu untuk mendiskusikan sejumlah “gagasan baru” mengenai upaya meredakan ketegangan.
Delegasi tersebut dijadwalkan mengadakan pertemuan dengan pejabat Mesir untuk membahas kemungkinan pencapaian kesepakatan gencatan senjata.
Namun, pernyataan berbeda muncul dari sumber Hamas lain yang membantah adanya kunjungan tersebut.
Dalam keterangannya kepada Reuters, sumber tersebut menegaskan bahwa Hamas tetap pada pendiriannya: setiap kesepakatan harus menjamin penghentian total agresi militer terhadap Gaza.
Sabtu lalu, Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu menyatakan bahwa Israel akan melanjutkan operasi militernya dan menolak usulan Hamas.
Hamas menawarkan pembebasan seluruh tawanan sebagai imbalan atas penghentian perang dan penarikan pasukan Israel dari Gaza.
Israel sebelumnya mengajukan tawaran gencatan senjata selama 45 hari dengan imbalan pembebasan 10 tawanan hidup. Namun, usulan tersebut telah ditolak oleh Hamas.
Pekan lalu, seorang pejabat Hamas mengungkap kepada Al Jazeera bahwa Mesir telah menyampaikan usulan baru yang mencakup klausul perlucutan senjata kelompok perlawanan—tuntutan yang selama ini disuarakan Israel dan didukung Amerika Serikat (AS).
Hamas dan sejumlah faksi Palestina lainnya menyatakan bahwa perlucutan senjata merupakan “garis merah” yang tak dapat dinegosiasikan.
Di tengah kebuntuan, saluran televisi resmi Israel “Kan” melaporkan bahwa pemerintah Israel memutuskan untuk memberi ruang tambahan bagi proses negosiasi sebelum memperluas operasi militernya di Gaza.
Seorang pejabat Israel menyebut tidak ada inisiatif baru yang tengah dipertimbangkan, dan fokus saat ini adalah mendorong agar proposal yang diajukan oleh utusan AS, Steven Witkoff, dapat diterima sebelum Israel kembali melanjutkan operasi pada 18 Maret lalu.
Malam ini, kabinet keamanan Israel dijadwalkan menggelar rapat yang disebut-sebut krusial untuk menentukan langkah selanjutnya.
Media penyiaran publik Israel melaporkan bahwa rapat ini dilakukan di tengah macetnya pembicaraan soal pertukaran tawanan antara Hamas dan Israel.
Menjelang pertemuan kabinet, media Axios melaporkan bahwa pemerintahan Presiden AS, Donald Trump (periode kedua) ingin melakukan upaya terakhir pekan ini untuk mendorong kesepakatan gencatan senjata. Meskipun Netanyahu masih enggan menyepakati solusi jangka panjang.
Di sisi lain, Yedioth Ahronoth menyebut bahwa Netanyahu bersama Menteri Pertahanan Israel, Israel Katz berusaha menjaga citra bahwa masih ada upaya untuk menempuh jalur diplomasi.
Sumber dari “i24 News” menyatakan belum ada proposal baru yang secara resmi disampaikan kepada Israel, sementara “Channel 12” melaporkan bahwa AS terus memberikan tekanan kepada mediator untuk mempercepat proses negosiasi.
Negosiasi disebut berada dalam tahap “sangat sensitif” dan diperkirakan memerlukan waktu berminggu-minggu sebelum mencapai kesepakatan berdasarkan kerangka usulan Witkoff.
Tekanan terhadap pemerintah Netanyahu juga datang dari dalam negeri. Keluarga para tawanan Israel menuntut agar pemerintah tidak mengabaikan nasib kerabat mereka yang masih berada di Gaza.
Haaretz mengutip pernyataan ibu dari Matten Ingrist, seorang tentara Israel yang ditawan di Gaza.
Ia menyebut bahwa pemilih telah memberikan mandat kepada Netanyahu dengan harapan akan mengembalikan semua tawanan, namun kini justru dianggap menghambat proses pertukaran.
“Negara ini telah mengkhianati anak saya yang berjuang membela tanah airnya,” ujarnya dengan nada kecewa.
Sementara itu, juru bicara militer Israel menyatakan bahwa Kepala Staf Umum Eyal Zamir telah bertemu dengan keluarga tawanan dan menegaskan bahwa memulangkan mereka merupakan prioritas utama militer.
Menurut estimasi resmi, masih ada 58 warga Israel yang ditahan di Gaza, dengan 24 orang diyakini masih hidup.