Jurnalis senior spesialis isu Timur Tengah, Pizaro Ghozali Idrus, menyapa para aktivis muda di Padang dalam rangkaian tur edukasi bertema “Geopolitik Internasional dan Palestina”, Ahad (1/6/2025).
Kegiatan ini merupakan bagian dari lawatannya selama lima hari untuk menyebarkan wawasan geopolitik, khususnya tentang isu Palestina, sekaligus menginspirasi generasi muda untuk aktif dalam perjuangan kemanusiaan global.
Dalam sesi diskusi yang berlangsung hangat, Pizaro—yang juga Direktur Eksekutif Baitul Maqdis Institute—berbagi pengalamannya sebagai jurnalis internasional yang aktif di berbagai media besar seperti Anadolu.
“Kualitas pemuda Muslim hari ini perlu ditingkatkan. Kita hidup di tengah arus kecerdasan buatan (AI) yang kian cepat. Untuk bisa bersaing dan berkontribusi, perlu kompetensi bahasa dan pemahaman isu global yang kuat,” ujarnya.
Buku Terbaru dan Sorotan pada Taufan Al-Aqsha
Dalam pertemuan tersebut, Pizaro turut memperkenalkan buku terbarunya, “Hamas: Superpower Baru Dunia Islam,” yang diterbitkan pada Mei 2024 oleh Pustaka Al-Kautsar. Buku ini memuat wawancara eksklusif dengan tokoh-tokoh perlawanan Palestina seperti Mousa Abu Marzouq, Khalid Meshaal, Sami Abu Zuhri, dan lainnya.
Menurutnya, serangan Taufan Al-Aqsha pada 7 Oktober 2023 dipicu oleh lima alasan utama yang disampaikan oleh Basem Naim: perebutan Masjid Al-Aqsha, penguasaan Yerusalem dan Tepi Barat, pengepungan Jalur Gaza, serta normalisasi hubungan negara-negara Arab dengan Israel.
Ia menilai serangan itu sebagai bentuk perlawanan atas perkembangan politik regional, termasuk rencana normalisasi Arab Saudi dengan Israel.
Catatan Politik dan Diplomasi Indonesia
Dalam sesi tanya jawab, Pizaro mengangkat kembali sejarah sikap Indonesia terhadap Israel. Ia menyebut bahwa pada Januari 1950, Bung Hatta hanya membalas ucapan selamat dari Ben Gurion dengan ucapan terima kasih, tanpa memberikan pengakuan diplomatik kepada Israel.
“Itulah komitmen kita sejak awal, konsisten menolak kolonialisme,” katanya.
Ia juga menyampaikan pandangannya soal pendekatan diplomasi lintas partai di Indonesia yang seharusnya tidak hanya menjadi perhatian partai berbasis agama.
“PDIP punya warisan ajaran Bung Karno yang sangat vokal melawan kolonialisme Israel,” jelas dia.
Pizaro menyarankan agar peran parlemen dan tokoh lintas agama dilibatkan lebih aktif. Ia mencontohkan Paus Fransiskus yang konsisten menyuarakan dukungan untuk Gaza.
Membangun Episentrum Gerakan dari Ranah Minang
Menjawab pertanyaan peserta mengenai kontribusi pemuda Minang, Pizaro menyampaikan pentingnya menjadikan Sumatera Barat sebagai pusat gerakan kemanusiaan global. Ia mengusulkan pembangunan simbol-simbol kontribusi Sumbar di Gaza, seperti Sekolah Buya Hamka, Madrasah Rohana Kudus, atau Masjid Buya Hamka di wilayah konflik.
“Sumatera Barat adalah bumi para pejuang. Kita punya warisan pemikiran dari tokoh seperti Natsir, Sjahrir, dan Rohana Kudus. Saatnya kita lanjutkan estafet perjuangan mereka,” tutupnya. (Reporter: Ogi Fathur Rahman)