Sedikitnya 72 warga Palestina dilaporkan tewas akibat serangan militer Israel di berbagai wilayah Jalur Gaza sejak Rabu (18/6/2025) dini hari. Di antara korban, 29 orang tewas saat sedang menunggu truk bantuan di Jalan Salah al-Din, dekat Koridor Netzarim di Gaza tengah, menurut keterangan pejabat kesehatan Palestina.
Serangan tersebut juga menyebabkan lebih dari 100 orang lainnya mengalami luka-luka. Insiden ini menjadi salah satu dari rangkaian kekerasan yang terus menimpa warga sipil yang sedang mencari bantuan pangan untuk keluarganya.
Sementara itu, serangan udara Israel di wilayah lain juga menewaskan delapan orang di sebuah rumah di lingkungan Zeitoun, selatan Kota Gaza. Serangan terpisah di kamp pengungsi al-Mawasi di Gaza selatan menewaskan delapan orang lainnya, termasuk seorang perempuan dan dua anak-anak.
Di kamp Maghazi, Gaza tengah, sedikitnya 10 orang dilaporkan tewas dalam serangan lainnya. Kantor berita Palestina, WAFA, menyebutkan bahwa satu keluarga, termasuk suami, istri, dan anak-anak mereka, menjadi korban dalam serangan tersebut.
Kelompok Hamas mengutuk keras serangan terhadap kawasan permukiman sipil dan lokasi distribusi bantuan yang dikelola oleh Gaza Humanitarian Foundation (GHF), lembaga bantuan yang didukung oleh Amerika Serikat dan Israel. Menurut Hamas, tindakan tersebut merupakan bagian dari “perang pemusnahan” yang telah berlangsung hampir 20 bulan.
“Penyiksaan sistematis terhadap warga sipil, pembantaian yang terus meningkat, penargetan warga yang kelaparan, pengusiran paksa, dan penyempitan area yang disebut sebagai ‘zona aman’ adalah kejahatan perang,” demikian pernyataan Hamas.
Militer Israel mengatakan sedang menyelidiki laporan kematian warga sipil yang sedang menunggu bantuan pangan tersebut. Namun, laporan di lapangan menyebutkan bahwa jenazah 20 warga sipil yang tewas dalam insiden di Gaza utara dibiarkan tergeletak di jalan selama lima hari sebelum akhirnya mendapat izin dari militer Israel untuk dievakuasi oleh paramedis sipil, melalui koordinasi dengan Kantor PBB untuk Koordinasi Urusan Kemanusiaan (OCHA).
Distribusi bantuan yang minim
GHF mulai mendistribusikan bantuan pangan dalam jumlah terbatas sejak akhir Mei, setelah Israel mencabut sebagian blokade total selama hampir tiga bulan terhadap pasokan makanan, obat-obatan, dan kebutuhan penting lainnya. Blokade ini memicu kekhawatiran akan bencana kelaparan bagi 2,3 juta penduduk Gaza.
Namun, sejumlah badan PBB dan organisasi kemanusiaan besar menolak bekerja sama dengan GHF. Mereka menilai lembaga tersebut lebih mengutamakan kepentingan militer Israel daripada kebutuhan kemanusiaan, serta melewati jalur distribusi yang telah berpengalaman selama puluhan tahun.
Seorang warga Gaza, Ahmed Ghaben, menceritakan kepada Al Jazeera bahwa keponakannya tewas saat berusaha mengambil bantuan pangan. “Keponakan saya pergi untuk mengambil sekarung tepung bagi anak-anaknya, tetapi yang kembali hanyalah jasadnya. Ia meninggalkan 14 anggota keluarga. Ia bukan pejuang perlawanan, ia hanya ingin mengambil tepung,” katanya.
Klaim keamanan dipertanyakan
Reporter Al Jazeera, Tareq Abu Azzoum, melaporkan dari Deir el-Balah bahwa saksi mata menyebutkan militer Israel menggunakan berbagai jenis senjata, termasuk drone, tank, dan penembak jitu, dalam serangan terhadap kerumunan warga yang mengantre bantuan.
Militer Israel berdalih bahwa kerumunan warga yang kelaparan itu merupakan ancaman keamanan. Namun, klaim tersebut belum didukung oleh bukti yang jelas.
Satu hari sebelumnya, setidaknya 70 warga Palestina tewas dan ratusan lainnya luka-luka dalam insiden serupa, menjadikannya hari paling mematikan di lokasi distribusi bantuan sejauh ini.
Kementerian Kesehatan Gaza mencatat bahwa sejak penyaluran bantuan dilanjutkan pada akhir Mei, sedikitnya 397 warga Palestina tewas dan lebih dari 3.000 lainnya luka-luka saat berusaha mendapatkan bantuan pangan.