Thursday, August 28, 2025
HomeBeritaSerangan berdarah di RS Nasser bisa ubah jalannya perang

Serangan berdarah di RS Nasser bisa ubah jalannya perang

Amos Harel, analis militer harian Haaretz, menilai bahwa serangan mematikan di atap Rumah Sakit Nasser, Khan Younis, berpotensi mengubah jalannya perang di Gaza.

Menurutnya, dalam konteks lain, di waktu dan tempat berbeda, pembunuhan sejumlah jurnalis di sebuah rumah sakit bisa saja langsung menghentikan pertempuran.

Yang terjadi pada Senin lalu, tulis Harel, adalah hal luar biasa: dua tembakan tank Israel menewaskan 20 orang sekaligus.

Tidak tertutup kemungkinan jumlah proyektil yang ditembakkan lebih banyak daripada yang diakui militer Israel dalam pernyataan awalnya.

Harel mengingatkan, beberapa pekan sebelumnya militer Israel sendiri sudah mengakui bertanggung jawab atas pembunuhan sejumlah jurnalis Palestina.

Karena itu, sulit menerima klaim resmi bahwa apa yang terjadi di RS Nasser hanyalah “kecelakaan.”

Apatisme Israel

Namun, setelah hampir dua tahun perang yang telah merenggut puluhan ribu jiwa warga sipil Palestina, insiden berdarah itu justru disambut dengan nyaris tanpa kepedulian di Israel.

Merespons kecaman internasional dan sorotan media Barat, Perdana Menteri Benjamin Netanyahu—yang kini berstatus buronan di Mahkamah Pidana Internasional—mengeluarkan pernyataan penyesalan.

Tetapi, penyesalan itu disampaikan hanya dalam bahasa Inggris.

Hal serupa dilakukan juru bicara militer, Brigadir Jenderal Avi Dvierin, yang juga menyampaikan rasa sesal dalam bahasa Inggris.

Bagi Harel, pilihan bahasa ini bukan tanpa makna. Ia menilainya sebagai sinyal bahwa para pemimpin Israel tidak merasa perlu menjelaskan secara langsung kepada publiknya sendiri tentang kejahatan yang dilakukan atas nama negara di Gaza.

Dalih yang sulit dipercaya

Alasan pemerintah Israel yang mencoba membenarkan pembunuhan jurnalis pun, menurut Harel, sulit diterima.

Apalagi militer belakangan terang-terangan mengakui pernah menargetkan dan membunuh wartawan Al Jazeera dengan dalih mereka anggota Hamas.

“Pihak yang sudah mengakui pernah sengaja membunuh jurnalis akan sangat sulit meyakinkan dunia bahwa kali ini yang terjadi hanyalah kebetulan,” tulisnya.

Lelah dan tergerus

Meski demikian, Harel menilai pembunuhan di RS Nasser tidak serta merta mengakhiri perang. Namun, peristiwa ini bisa menambah tekanan akumulatif terhadap jalannya konflik.

Di lapangan, pasukan reguler dan cadangan kian menderita oleh kelelahan dan beban perang yang panjang.

Beban ini akan bertambah berat seiring rencana pengerahan puluhan ribu pasukan cadangan untuk operasi besar merebut Kota Gaza.

Dorongan ke arah kesepakatan

Dalam situasi ini, Kepala Staf Angkatan Bersenjata Israel, Eyal Zamir, mendorong tercapainya kesepakatan pembebasan sandera—setidaknya separuh dari jumlah yang masih ditahan.

Harel menulis bahwa Zamir adalah figur paling berkomitmen pada tercapainya kesepakatan itu. Pertama, karena tanggung jawabnya terhadap para sandera.

Kedua, karena keyakinannya bahwa operasi pendudukan Gaza, seperti yang dicanangkan pemerintah, tidak akan menyelamatkan mereka, justru berisiko mengorbankan nyawa mereka.

Pada bagian akhir analisanya, Harel menyinggung peran Washington. Menurutnya, meski Presiden Amerika Serikat (AS), Donald Trump hingga kini belum menghasilkan langkah konkret.

Ia tetap menjadi satu-satunya sosok yang memiliki kemampuan nyata untuk memaksakan kesepakatan dan pada akhirnya menghentikan perang di Gaza.

ARTIKEL TERKAIT
- Advertisment -spot_img

Most Popular