Wednesday, June 25, 2025
HomeBeritaSerangan mematikan Hamas di Khan Younis: Taktik gerilya dan terowongan masih efektif

Serangan mematikan Hamas di Khan Younis: Taktik gerilya dan terowongan masih efektif

Sayap militer Hamas, Brigade Izzuddin al-Qassam, kembali menyebarkan rekaman serangan terbarunya: sebuah penyergapan kompleks terhadap pasukan Israel di kawasan al-Zannah, sebelah timur Kota Khan Younis, Jalur Gaza selatan. Serangan itu menewaskan seorang perwira dan satu tentara Israel.

Penyergapan ini menambah daftar panjang operasi serupa yang dilakukan kelompok perlawanan Palestina dalam beberapa pekan terakhir, termasuk di wilayah timur Kota Gaza, Jabalia, dan Beit Hanoun.

Semua ini menandakan satu hal: pasukan perlawanan masih aktif dan mampu memetakan pergerakan militer Israel secara presisi di dalam wilayah Gaza yang kini hancur lebur.

Pasukan Israel saat ini memilih membatasi operasi mereka di kawasan perbatasan yang telah dikosongkan paksa dari penduduk, dalam upaya menghindari bentrokan langsung dengan kelompok perlawanan.

Namun, serangkaian serangan terbaru menunjukkan bahwa pendekatan ini tak menjamin keamanan penuh.

Pengawasan militer

Kelompok perlawanan mengadopsi taktik-taktik baru yang memungkinkan mereka tetap bertahan dalam pertempuran, meski agresi militer telah berlangsung lebih dari 21 bulan.

Dengan memanfaatkan penguasaan medan dan pemantauan yang cermat, mereka berupaya menjatuhkan sebanyak mungkin korban dari pihak militer Israel.

Salah satu titik rawan adalah al-Zannah, kawasan pertanian yang masuk dalam wilayah Bani Suheila di timur Khan Younis. Daerah ini telah hancur total dan penduduknya terusir sejak awal perang.

Meski demikian, al-Qassam menjadikan wilayah ini sebagai basis penyergapan, termasuk serangan terkenal bertajuk “Kamin al-Abrar” yang dilancarkan pada bulan Ramadan lalu.

Seorang komandan lapangan dari kelompok perlawanan, dalam pernyataan eksklusif kepada Al Jazeera Net, menjelaskan bahwa para pejuang terus memantau pola gerak dan perilaku pasukan Israel sejak serangan 19 Maret lalu.

Ia menyebut bahwa pasukan Israel kini lebih sering menghancurkan kawasan secara menyeluruh dan meledakkan bangunan sebelum memasukinya, guna menghindari kontak langsung dengan para pejuang dan meminimalkan korban.

Gerakan pasukan Israel, lanjutnya, berlangsung sangat lambat, terutama di sisi timur Gaza.

Meski secara teknis menguasai lebih dari 70 persen wilayah dengan kekuatan api dan status “zona merah”, tentara Israel disebut telah kehilangan dorongan tempur karena harus terus-menerus kembali ke area yang sama.

“Pasukan pendudukan tidak lagi siap menanggung kerugian di medan. Yang mereka lakukan sekarang hanyalah menekan warga sipil demi menjalankan agenda politik pemerintah Israel,” kata sang komandan.

Situasi di lapangan ini mendorong kelompok-kelompok perlawanan untuk menyesuaikan taktik tempur.

Unit-unit tempur mereka kini beroperasi dalam format yang lebih fleksibel, menggunakan penyergapan, perang terowongan, dan serangan jarak dekat untuk menargetkan titik-titik lemah pasukan Israel.

Tangkapan berharga

Di tengah kehancuran yang menyelimuti sebagian besar wilayah Gaza, faksi-faksi perlawanan Palestina justru menemukan ruang baru untuk bergerak.

Dengan strategi yang makin terukur dan napas panjang, mereka memilih menunggu dalam diam, menyusun jebakan mematikan yang mengejutkan pasukan Israel yang telah merasa aman.

Informasi yang diperoleh Al Jazeera mengungkap bahwa komando perlawanan kini sengaja membiarkan pasukan Israel yang masuk ke wilayah Gaza merasa “tenang” untuk beberapa waktu.

Mereka dibiarkan bergerak tanpa gangguan, diawasi secara diam-diam selama berhari-hari.

Baru ketika pasukan itu terlihat lengah, keyakinan bahwa tak ada perlawanan yang tersisa menguat, barulah serangan dilancarkan secara tiba-tiba.

Seorang komandan lapangan dari faksi perlawanan menyatakan bahwa para pejuang secara intensif memantau jalur logistik militer Israel serta pola pergerakan pasukannya di dalam wilayah Gaza.

Informasi tersebut menjadi dasar dalam menyusun strategi serangan, terutama dalam merancang penyergapan yang matang.

Faksi-faksi perlawanan juga mulai menghindari penggunaan amunisi mereka untuk menyerang kendaraan militer yang hanya membawa sedikit tentara.

Mereka memilih menunggu hingga pasukan darat Israel terkonsentrasi di satu titik, sehingga dampak serangan bisa lebih besar dan kerugian di pihak lawan makin signifikan.

Selama berbulan-bulan perang, keberanian para pejuang di lapangan meningkat. Mereka kini berani mendekati posisi pasukan Israel dari jarak sangat dekat, bahkan terlibat dalam pertempuran titik nol.

Salah satu contohnya adalah penyergapan terbaru di kawasan Zanna, Khan Younis, ketika pejuang bersenjata ringan mengejar sebuah tank Israel dan memaksanya mundur.

Gerilya dari bawah tanah dan reruntuhan

Meski Israel mengklaim telah menghancurkan jaringan terowongan di Gaza, kenyataannya sejumlah terowongan masih aktif di wilayah-wilayah dekat perbatasan timur Jalur Gaza.

Rekaman video operasi militer terakhir di Khan Younis dan sebelumnya di Beit Hanoun menunjukkan bagaimana para pejuang masih memanfaatkan lorong-lorong bawah tanah ini untuk bergerak.

Sumber-sumber di lapangan menyebutkan, kelompok perlawanan telah memperbaiki dan membangun ulang banyak terowongan yang sebelumnya diklaim telah dihancurkan oleh pasukan Israel. Bahkan, mereka telah menciptakan jalur-jalur alternatif yang sulit dideteksi.

Lebih jauh lagi, kehancuran besar yang ditimbulkan serangan Israel justru digunakan para pejuang sebagai sarana baru untuk menyembunyikan diri.

Bangunan yang hancur menciptakan ruang seperti gua dan bunker alami yang dimanfaatkan untuk persembunyian dan manuver militer.

Video-video yang dirilis menunjukkan para pejuang muncul dari balik puing-puing bangunan, menunjukkan bahwa reruntuhan kini menjadi bagian dari taktik perlawanan.

Saat pasukan Israel merasa yakin bahwa kehancuran telah menghilangkan seluruh kemungkinan adanya perlawanan, justru dari sanalah serangan datang.

Reruntuhan di Rafah, Gaza utara, dan wilayah timur lainnya yang porak poranda, kini menjadi “markas” baru yang tak terduga.

Bermodalkan pengetahuan mendalam tentang kondisi tanah mereka sendiri, para pejuang mampu bertahan dalam persembunyian jangka panjang. Dari balik puing-puing itulah, perlawanan masih menyala—diam, sabar, dan mematikan.

ARTIKEL TERKAIT
- Advertisment -spot_img

Most Popular