Para aktivis kemanusian internasional menyerukan pembukaan jalur aman bagi pasien di Gaza untuk mendapat perawatan medis. Demikian laporan Aljazeera Arabic kemarin (3/12).
Hal tersebut diserukan para aktivis dalam konferensi di Rumah Sakit Augusta Victoria, Yerusalem.
Konferensi tersebut diselenggarakan Jaringan Rumah Sakit Yerusalem Timur bekerja sama dengan organisasi Dokter untuk Hak Asasi Manusia.
Mereka menyoroti kebutuhan mendesak untuk membuka kembali jalur kemanusiaan, mengingat lebih dari 25 ribu warga Gaza memerlukan perawatan penyelamat jiwa, termasuk lebih dari 12 ribu pasien kanker.
Direktur Rumah Sakit Augusta Victoria sekaligus Jaringan Rumah Sakit Yerusalem Timur, Dr. Fadi Al-Atrash menyatakan, tidak ada solusi yang terlihat untuk pasien kanker Gaza sejak perang di Gaza meletus pada 7 Oktober 2023.
“Oleh karena itu, konferensi ini digelar untuk mencari solusi,” ujarnya.
Al-Atrash menambahkan bahwa dokter di Gaza tidak mampu memberikan perawatan bagi pasien kanker karena ketiadaan obat-obatan. Meski begitu, klinik-klinik di Gaza tetap buka untuk menerima pasien yang membutuhkan.
Menurut data Rumah Sakit Augusta Victoria, sejak awal 2023 hingga Oktober—ketika perang dimulai—1.750 pasien kanker dari Gaza berhasil menerima perawatan di rumah sakit tersebut.
Namun, sejak perang pecah, 800 pasien yang sudah dijadwalkan untuk dirawat tidak dapat dilayani hingga Februari 2024.
Al-Atrash menekankan bahwa 60% pasien kanker di Gaza telah meninggal akibat kekurangan perawatan.
“Kita harus membuka jalur aman agar mereka dapat mencapai Yerusalem untuk mendapatkan pengobatan, dan setelah itu mereka dapat kembali dengan aman ke Gaza,” tegasnya.
Perwakilan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) di wilayah Palestina, Dr. Rik Peeperkorn, menekankan pentingnya memfasilitasi bantuan kemanusiaan.
Ia menyoroti kebutuhan mendesak akan pasokan medis, evakuasi pasien, dan akses bagi tim medis untuk masuk ke Gaza demi memberikan perawatan penyelamat jiwa.
Sementara itu, Direktur Pusat Rehabilitasi Putri Basma di Yerusalem, Violet Mubarak, menyerukan tindakan cepat untuk melindungi hak anak-anak penyandang disabilitas di Gaza.
“Di tengah perayaan Hari Disabilitas Internasional, setiap anak di Gaza berhak mendapatkan intervensi medis dini dan layanan penyelamat jiwa,” ujar Mubarak.
Direktur Eksekutif Dokter untuk Hak Asasi Manusia, Guy Shalev, juga meminta dukungan internasional.
“Penderitaan di Gaza tidak bisa diabaikan. Membuka kembali jalur kemanusiaan adalah solusi berkelanjutan untuk krisis medis yang setiap hari merenggut nyawa,” tegasnya.
Rekomendasi
Para pembicara dalam konferensi tersebut merekomendasikan tiga langkah utama:
- Membuka jalur aman untuk evakuasi medis agar pasien dapat menerima perawatan di rumah sakit Yerusalem Timur, Tepi Barat, atau luar negeri.
- Mengakhiri pemisahan keluarga dengan memastikan bahwa anak-anak tidak perlu melakukan perjalanan medis sendirian.
- Menjamin kepulangan yang aman bagi pasien ke Gaza setelah perawatan, sehingga mereka tidak harus memilih antara kesehatan dan kampung halaman.
Seruan ini menjadi pengingat bahwa kebutuhan kemanusiaan di Gaza tidak bisa ditunda lagi. Semua pihak didesak untuk mengambil langkah nyata demi menyelamatkan nyawa mereka yang membutuhkan.