Sekitar 80 persen warga Yahudi Israel yang tinggal di luar negeri mengaku tidak mau kembali ke Israel usai perang Gaza. Hal itu diungkap Aljazeera English dalam program Inside Story, peringatan satu tahun genosida Israel di Jalur Gaza.
Perdana Menteri Benjamin Netanyahu berkeras, perang akan menghancurkan Hamas yang mengancam keamanan warga Israel. Tetapi banyak warga Israel memilih angkat kaki.
Bahkan, dua bulan pertama perang Gaza dimulai, sudah hampir 500 ribu warga Israel memilih pergi meninggalkan negara mereka.
Jurnalis Aljazeera, Sami Zaidan mengatakan, pejabat Israel menyaksikan kepergian warga dengan skala yang belum pernah terjadi selama puluhan tahun.
Pemerintah Israel yang sadar akan hal ini, menawarkan insentif untuk menarik para imigran baru. Tawaran ini bahkan ditujukan kepada ribuan warga dari benua Afrika, dengan syarat mereka harus berperang untuk Israel di Gaza.
Aljazeera menghadirkan tiga panelis Yahudi dari dalam dan luar Israel. Avshalom Elitzur seorang filosof dari Israel, Eva Borgwardt aktivis dari Amerika Serikat, dan Daniel Levy mantan penasihat pemerintah Israel yang tinggal di Inggris.
Ketiga panelis sepakat bahwa penjajahan dan penerapan sistem apartid terhadap warga Palestina selama puluhan tahun, yang membawa Israel kepada krisis ini.
Avshalom mengatakan, yang terjadi saat ini adalah buah dari benih-benih beracun dari ketidakadilan terhadap bangsa Palestina. Dia menambahkan, buah ini menjadi matang di masa Israel dipimpin oleh sosok terburuk, Benjamin Netanyahu.
Tapi, walau mengaku menyesali korban sipil Gaza dan membenci Netanyahu, Avshalom “memaklumi” perang balas dendam yang dilancarkan Netanyahu ke Gaza.
Kata dia, pada 7 Oktober 2023 para pejuang dan warga Gaza tersenyum melihat pertahanan Israel porak-poranda. “Kita melihat wajah-wajah yang tersenyum pada hari itu. Maka pemerintah Israel ingin menghapus senyum itu,” kilah Avhsalom.
Runtuhnya ide Zionisme
Berbeda dengan Avshalom, Eva Borgwardt menilai ramainya warga meninggalkan Israel adalah keruntuhan dari hal-hal yang diajarkan soal negara Zionis Israel selama ini.
Contohnya, kata Eva, umat Yahudi ditanamkan bahwa Israel memiliki tentara yang paling bermoral di seluruh dunia. Tetapi katanya, yang kita lihat adalah tentara Israel membunuh warga sipil, terutama wanita dan anak-anak di Gaza.
Kata Eva, dia melihat dari berita, seorang anak Palestina membawa sisa-sisa jenazah saudaranya dalam karung.
“Dan tentara Israel merekam aksi kejahatan mereka di Tiktok secara live,” kata Eva.
Sebagai Yahudi yang tinggal di AS, Eva menilai dukungan pemerintah AS kepada Israel untuk melakukan genosida malah membahayakan para sandera Israel di Gaza.
“Hal itu bukan hanya mengerikan, tetapi juga membawa umat Yahudi ke dalam bahaya yang lebih parah,” kata Eva.
Avshalom mengakui, banyak orang-orang Yahudi – termasuk kalangan profesional – yang meninggalkan Israel. Tetapi dia meyakini krisis itu hanya berlangsung sementara. Katanya negaranya bisa mengatasi krisis itu.
Mantan penasihat pemerintah Israel, Daniel Levy citra Israel sebagai negara yang stabil dan tempat ideal bagi umat Yahudi sudah berubah. Kata dia, “Israel kini menjadi tempat paling berbahaya bagi Yahudi”.
Kata Levy, bahwa Israel telah menjadi tempat yang tidak aman bagi Yahudi sudah tersiar ke seluruh Yahudi di dunia.