Sunday, December 22, 2024
HomeBeritaSituasi Gaza mirip dengan kondisi Jepang usai bom nuklir

Situasi Gaza mirip dengan kondisi Jepang usai bom nuklir

Situasi anak-anak di Jalur Gaza saat ini mirip dengan kondisi Jepang setelah bom nuklir menghantam pada akhir Perang Dunia II, ujar Toshiyuki Mimaki, wakil ketua Nihon Hidankyo, kelompok pemenang Nobel Perdamaian yang terdiri dari penyintas bom atom Hiroshima dan Nagasaki.

“Di Gaza, anak-anak yang berdarah digendong oleh orang tua mereka. Ini seperti di Jepang 80 tahun yang lalu,” ujar Mimaki dalam konferensi pers di Tokyo seperti dilansir Anadolu.

“Anak-anak di Hiroshima dan Nagasaki kehilangan ayah mereka dalam perang dan ibu mereka akibat bom. Mereka menjadi yatim piatu.”

“Rakyat berharap perdamaian. Tapi para politisi bersikeras melanjutkan perang dengan mengatakan, ‘Kami tidak akan berhenti sampai menang.’ Saya pikir ini berlaku untuk Rusia dan Israel, dan saya selalu bertanya-tanya apakah kekuatan Perserikatan Bangsa-Bangsa tidak bisa menghentikannya,” kata Mimaki.

Ia juga memperingatkan bahwa senjata nuklir tidak membawa perdamaian. “Dikatakan bahwa karena senjata nuklir, dunia menjaga perdamaian. Namun, senjata nuklir bisa digunakan oleh teroris,” tambahnya.

“Jika Rusia menggunakannya terhadap Ukraina, atau Israel terhadap Gaza, itu tidak akan berhenti di sana.”

Mimaki berusia 3 tahun saat bom atom dijatuhkan di Hiroshima pada 6 Agustus 1945, menewaskan 140.000 korban. Tiga hari kemudian, bom lainnya menghantam Nagasaki, menewaskan 70.000 korban tambahan. Jepang menyerah pada 15 Agustus 1945, mengakhiri Perang Dunia II.

Hadiah Nobel Perdamaian 2024 diberikan kepada Nihon Hidankyo, sebuah gerakan akar rumput yang mewakili para penyintas bom atom Hiroshima dan Nagasaki, yang dikenal sebagai Hibakusha.

Nihon Hidankyo, yang didirikan pada tahun 1956, telah menjadi suara bagi para penyintas bom atom, memberikan kesaksian mengenai kengerian perang nuklir dan menyerukan penghapusan total senjata nuklir.

Pizaro Idrus
Pizaro Idrus
Pengajar HI Universitas Al Azhar Indonesia, Mahasiswa PhD Hubungan Antarbangsa Universitas Sains Malaysia.
ARTIKEL TERKAIT
- Advertisment -spot_img

Most Popular