Federasi besar suku-suku Arab di Suriah mengumumkan mobilisasi umum untuk melawan Pasukan Demokratik Suriah (SDF), meningkatkan eskalasi ketegangan di wilayah timur laut Suriah seiring Damaskus memperkuat kendali pasca-transisi pemerintahan.
Demikian dilaporkan Turkiye Today pada Senin (22/12).
Federasi Suku al-Baggara—salah satu kelompok suku terbesar di Suriah dengan sekitar dua juta anggota—pada Senin menyerukan perlawanan nasional untuk mengusir milisi SDF dari wilayah-wilayah mayoritas Arab.
Langkah ini menandai peningkatan signifikan dari konflik berkepanjangan antara suku Arab dan SDF, yang struktur kepemimpinannya mencakup YPG, kelompok yang oleh Türkiye ditetapkan sebagai cabang PKK di Suriah.
Para pemimpin suku menuduh SDF menduduki tanah Arab dan menjalankan agenda separatis yang mengancam keutuhan wilayah Suriah. Mobilisasi ini terjadi di tengah upaya diplomatik yang melibatkan Amerika Serikat, Türkiye, dan Suriah untuk menentukan masa depan hubungan SDF dengan Damaskus.
Sheikh Faisal Salim Ziyanat dari suku Mashahade—yang beranggotakan sekitar 250 ribu orang di Raqqa, Hasakah, dan Deir ez-Zor—menyebut SDF sebagai “kelompok bersenjata dengan tujuan separatis” yang dijadikan alat proyek asing. Ia menegaskan bahwa warga Kurdi bukan mayoritas di timur laut Suriah, membantah klaim SDF sebagai representasi kawasan tersebut.
Mayoritas wilayah yang dikuasai SDF merupakan daerah Arab, bukan wilayah Kurdi. Ketegangan bersenjata antara suku Arab dan SDF telah berlangsung terus-menerus sejak Agustus 2023, dengan bentrokan yang kerap meningkat ketika pasukan SDF berpindah posisi.
Perwakilan suku Baggara di Aleppo dan Hasakah, Majid al-Bashir, menolak “siapa pun yang ingin memecah Suriah.” Ia menuduh SDF—yang disebutnya minoritas di Hasakah—melakukan pembunuhan, penahanan oposisi, serta menguasai sumber daya strategis Suriah seperti minyak, gas, dan gandum. “SDF hanya punya dua pilihan: menyerah atau berperang,” ujarnya.
Para pemimpin suku juga membantah klaim SDF tentang dukungan suku Arab. Saud Faisal al-Najras dari suku Uqaydat, yang beranggotakan sekitar 1,5 juta orang lintas negara, menuduh SDF menjalankan kebijakan etno-nasionalis dan berupaya mengubah demografi wilayah melalui tekanan dan kekerasan sistematis terhadap masyarakat suku yang konservatif.
Al-Bashir menjelaskan bahwa suku-suku seperti Tayy, Shammar, Naim, dan Jabbur—yang kerap diklaim mendukung SDF—sebenarnya merupakan sub-kelompok dari Uqaydat yang menentang SDF. Ia menyebut keberpihakan mereka sebagai “aliansi terpaksa,” dipengaruhi penolakan terhadap ISIS dan dukungan Koalisi internasional kepada SDF.
Pengumuman mobilisasi ini bertepatan dengan meningkatnya kekerasan di Aleppo, di mana SDF dilaporkan menembaki wilayah sekitar Rumah Sakit al-Razi dengan artileri dan mortir. Serangan tersebut melukai sejumlah warga sipil, termasuk perempuan dan anak, serta memaksa puluhan keluarga mengungsi.
Kementerian Pertahanan Suriah menyatakan SDF melancarkan serangan mendadak ke titik-titik pasukan di kawasan Ashrafieh, melukai personel keamanan. Damaskus membantah klaim SDF bahwa pasukan pemerintah memulai serangan, seraya menegaskan bahwa tentara Suriah merespons tembakan yang menyasar rumah warga dan posisi militer.
Di sisi lain, bentrokan bersenjata juga pecah di Provinsi Suwayda antara pasukan keamanan Suriah dan milisi Druze yang dipimpin Hikmet al-Hajri, yang oleh Damaskus dituduh mendapat dukungan Israel. Ketegangan ini menambah kompleksitas konflik internal Suriah di tengah upaya pemerintah memulihkan kendali dan stabilitas nasional.


