Tentara Israel memperingatkan pemerintah, tanpa mencapai kesepakatan dengan Hamas, setiap operasi militer besar-besaran di Jalur Gaza akan membahayakan para sandera Israel.
Hal tersebut dilaporkan kantor berita Anadolu pada Selasa malam (3/9).
Israel saat ini menahan setidaknya 9.500 tahanan Palestina di penjara-penjara mereka. Sedangkan pejuang Palestina diperkirakan menyandera 101 sandera Israel ditahan di Gaza.
Kelompok Palestina Hamas mengumumkan, puluhan dari sandera tersebut telah tewas dalam serangan udara Israel yang membabi buta.
“IDF (tentara) telah menjelaskan kepada pemerintah, tanpa kesepakatan (dengan Hamas), setiap operasi darat besar-besaran di Jalur Gaza berarti —mempertaruhkan nyawa para sandera,” lapor harian Israel Yedioth Ahronoth.
Surat kabar itu mengutip seorang pejabat militer senior yang tidak disebutkan namanya yang mengatakan bahwa “Kabinet harus memutuskan apakah akan mengambil tanggung jawab atas nyawa para sandera.”
Militer Israel telah menegaskan kepada pemerintah sejak ditemukannya jasad enam sandera Israel di satu terowongan di kota Rafah, Gaza selatan, pada Sabtu lalu.
Israel menuduh Hamas membunuh para sandera tersebut, sementara Hamas mengatakan mereka tewas dalam serangan udara Israel.
Tidak ada komentar dari pemerintah Israel atau militer tentang laporan surat kabar tersebut.
Baca juga: Jenderal Israel: Perang panjang beresiko bagi Israel, bukan bagi Hamas
Baca juga: Panglima Angkatan Darat Israel mundur
Kematian para sandera telah memicu gelombang kemarahan baru di Israel terhadap Perdana Menteri Benjamin Netanyahu.
Ratusan ribu demonstran menuntut Netanyahu bertanggung jawab atas kematian mereka, segera beresepakat dengan Hamas untuk menukar sandera yang tersisa.
Selama beberapa bulan terakhir, AS, Qatar, dan Mesir telah berusaha mencapai kesepakatan antara Israel dan Hamas untuk memastikan pertukaran tahanan dan gencatan senjata.
Namun, upaya mediasi terhambat karena penolakan Netanyahu untuk memenuhi tuntutan Hamas untuk menghentikan perang.
Salah satu titik permasalahan dalam negosiasi adalah keinginan Netanyahu untuk mempertahankan keberadaan militer Israel di Koridor Philadelphi. Koridor itu adalah zona demiliterisasi di sepanjang perbatasan Gaza-Mesir. Dan Hamas menuntut penarikan penuh dari wilayah Palestina.
Menteri Pertahanan Israel Yoav Gallant sebelumnya mengatakan bahwa penarikan Israel dari Koridor Philadelphi selama fase pertama kesepakatan tidak akan menimbulkan ancaman keamanan bagi negara tersebut.
Sebaliknya, Netanyahu mengatakan dalam konferensi pers pada Senin bahwa mencapai tujuan perang “memerlukan mempertahankan Koridor Philadelphi,” menekankan bahwa Israel tidak akan pernah menarik diri dari sana.
Israel terus melancarkan serangan brutal di Gaza setelah serangan Hamas pada 7 Oktober tahun lalu, meskipun ada resolusi Dewan Keamanan PBB yang menyerukan gencatan senjata segera.
Serangan tersebut telah menyebabkan lebih dari 40.800 kematian warga Palestina, kebanyakan wanita dan anak-anak, serta hampir 94.300 luka-luka, menurut otoritas kesehatan setempat.
Blokade yang sedang berlangsung di Gaza telah menyebabkan kekurangan makanan, air bersih, dan obat-obatan yang parah, meninggalkan sebagian besar wilayah tersebut dalam kehancuran.
Israel menghadapi tuduhan genosida di Pengadilan Internasional, yang telah memerintahkan penghentian operasi militer di Rafah, tempat lebih dari 1 juta warga Palestina berlindung sebelum wilayah tersebut diinvasi pada 6 Mei.
Baca juga: Panglima Angkatan Darat Israel mundur