Situs investigasi Declassified UK mengungkapkan bahwa pesawat mata-mata asal Amerika Serikat dan Inggris melakukan penerbangan pengintaian di atas Jalur Gaza, termasuk di atas kawasan kemanusiaan dalam wilayah Nuseirat, tak lama sebelum terjadinya pembantaian oleh militer Israel.
Menurut laporan tersebut, salah satu penerbangan diluncurkan dari basis militer Inggris di Siprus — RAF Akrotiri. Pesawat ini terbang di atas Nuseirat kurang dari 24 jam sebelum serangan udara pada 12 Desember 2024, yang menewaskan sedikitnya 30 warga sipil. Pesawat yang digunakan adalah Beechcraft Super King Air 350, milik perusahaan AS Straight Flight Nevada (Sierra Nevada Corporation), dan mengudara selama lebih dari 20 menit sebelum kembali ke Siprus.
Pesawat lainnya adalah Shadow R1, platform pengintaian canggih milik Angkatan Udara Kerajaan Inggris (RAF), yang juga melakukan penerbangan kala hari serangan berlangsung. Pesawat ini dilaporkan mengudara hingga membentuk pola orbit dekat pesisir Gaza selama sekitar setengah jam—dalam waktu kurang dari satu jam setelah serangan berakhir.
Berdasarkan penelitian Action on Armed Violence (AOAV) dan Declassified UK, RAF telah melaksanakan lebih dari 500 penerbangan pengintaian di atas atau sekitar Gaza antara Desember 2023 hingga Maret 2025. Tercatat ada 24 penerbangan dalam dua minggu sebelum dan saat serangan mematikan di Nuseirat pada 8 Juni 2024, yang menewaskan lebih dari 270 orang Palestina.
Pengesahan penerbangan semacam ini menimbulkan kekhawatiran bahwa intelijen yang dikumpulkan tak semata untuk menyelamatkan sandera, meskipun pemerintah Inggris menyatakan misi tersebut berfokus pada pelacakan keberadaan sandera saja.
Laporan terbaru sekaligus membocorkan bahwa Inggris telah menyewa kontraktor milik AS (Straight Flight Nevada) untuk menerbangkan pesawat pengintai akibat keterbatasan armada RAF. Ini memicu kritik soal kedaulatan intelijen Inggris dan potensi keterlibatan dalam dukungan militer terhadap operasi militer Israel.
Para pengkritik mendesak diadakannya penyelidikan publik penuh atas keterlibatan Inggris dalam operasi intelijen yang diduga membantu serangan terhadap warga sipil di Gaza.
Hal ini diperkuat oleh laporan kelompok HAM yang mempertanyakan apakah intelijen dikumpulkan mungkin dipakai dalam pelanggaran hukum internasional.