Operasi “Tongkat Musa” yang diluncurkan Brigade Al Qassam, sayap militer Hamas, menandai kelanjutan taktik perlawanan di tengah kehancuran luas akibat gempuran Israel di Jalur Gaza.
Brigade Al Qassam, Rabu (4/9), mengumumkan operasi itu sebagai respons atas “Gideon 2”, nama yang digunakan Israel untuk operasi militer merebut Kota Gaza.
Sejumlah tayangan video yang dipublikasikan menunjukkan pasukan perlawanan menyergap kendaraan militer Israel di Jabalia, Gaza Utara.
Dalam rekaman itu, tiga pejuang keluar dari reruntuhan rumah untuk menyerang tank Merkava dan kendaraan pengangkut personel di Jalan Al Ghobari.
Salah satu pejuang menembakkan roket antitank “Yasin 105” ke arah tank, sementara rekannya meletakkan bahan peledak di dekat kendaraan pengangkut personel sebelum mundur. Beberapa saat kemudian, ledakan besar menghantam sasaran.
Pengamat militer dan strategi, Brigadir (purn) Elias Hanna, menilai penamaan “Tongkat Musa” tidak hanya mengandung makna religius untuk memotivasi pejuang, tetapi juga menandai fase baru setelah kegagalan “Gideon 1”.
Menurut dokumen bocoran dari militer Israel, operasi “Gideon 1” gagal karena faktor strategis mendasar.
Pasukan Hamas menguasai medan perang kota dengan profesional, sedangkan doktrin militer Israel kurang sesuai dengan bentuk pertempuran semacam itu.
“Perbedaan inilah yang menciptakan tantangan serius bagi militer Israel, meskipun mereka telah dikerahkan dengan kesiapan maksimal, baik dari sisi jumlah brigade maupun pasukan,” ujar Hanna dalam analisisnya.
Ia menambahkan, perlawanan justru mampu memanfaatkan kondisi kehancuran untuk memperkuat taktik tempur.
Hal itu terlihat dari intensitas pertempuran yang masih tinggi di Jabalia, meski kawasan tersebut telah rata dengan tanah, serta menjadikan Distrik Zeitun sebagai pusat perlawanan baru.
Tantangan “Gideon 2”
Operasi “Gideon 2” menghadapi hambatan lebih besar dibandingkan pendahulunya.
Selain penolakan sebagian tentara cadangan untuk kembali bertugas, ada kekurangan signifikan pada unit teknik, khususnya kendaraan buldoser, hingga 60 persen.
“Secara militer, tidak ada pemisahan nyata antara Gideon 1 dan Gideon 2. Itu sekadar pembagian administratif. Faktanya, operasi terus berlanjut tanpa jeda, dengan 2-3 brigade tersebar di Zeitun, Sabra, Jabalia, Shuja’iyya, hingga Tuffah,” ujar Hanna.
Ia juga menyoroti kontradiksi dalam pengambilan keputusan di Israel, antara kepemimpinan politik dan militer.
Sistem rotasi pasukan aktif dan cadangan kerap terganggu karena ketidaksiapan logistik dan organisasi.
Karena itu, menurut Hanna, “Gideon 2” tidak membawa strategi baru, melainkan hanya melanjutkan pola lama: pergerakan lambat dan penghancuran total infrastruktur dengan dalih mencegah kembalinya perlawanan.
Sebaliknya, Hamas menunjukkan adaptasi cepat atas situasi baru.
“Peluncuran nama Tongkat Musa mencerminkan kemampuan mereka beradaptasi, baik secara strategis maupun taktis, meskipun menghadapi kehancuran besar,” kata Hanna.
Sejak 7 Oktober 2023, dengan dukungan penuh Amerika Serikat (AS), Israel melancarkan perang yang digolongkan banyak pihak sebagai genosida di Gaza.
Kementerian Kesehatan di Gaza mencatat 63.633 orang tewas dan 160.914 luka-luka. Mayoritas korban adalah anak-anak dan perempuan.
Selain itu, ribuan orang masih hilang, ratusan ribu menjadi pengungsi, dan kondisi kelaparan telah merenggut nyawa 367 warga, termasuk 131 anak-anak.