Di tengah tekanan internasional yang kian meningkat terhadap agresi Israel di Jalur Gaza, Presiden Amerika Serikat (AS), Donald Trump dilaporkan meminta Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu untuk mengakhiri perang yang telah berlangsung selama lebih dari delapan bulan.
Permintaan itu disampaikan Trump dalam percakapan telepon pada Senin lalu, menurut laporan Channel 12 Israel.
Trump menilai bahwa perang tersebut telah “mencapai tujuan-tujuannya” dan bahwa saatnya kini untuk menghentikannya.
Ia menekankan bahwa penghentian perang tidak cukup hanya dengan proposal utusan khususnya, Steve Witkoff, melainkan perlu langkah nyata dari Netanyahu sendiri.
Trump juga menyebut bahwa akhir perang Gaza akan berdampak positif terhadap upaya negosiasi dengan Iran dan Arab Saudi.
Di saat bersamaan, Netanyahu mengonfirmasi bahwa pembicaraan mengenai pertukaran tawanan dengan Hamas menunjukkan “kemajuan signifikan”.
Dalam pernyataan video yang dirilis kantornya, Netanyahu menyebut bahwa meski belum waktunya membangun harapan besar, upaya menuju kesepakatan terus dilakukan “tanpa henti”.
Pernyataan Netanyahu diperkuat laporan dari Jerusalem Post, yang mengutip seorang pejabat Israel bahwa ada peluang dan perkembangan dalam negosiasi.
Menteri Luar Negeri Gideon Sa’ar turut mengonfirmasi bahwa kemajuan telah dicapai baru-baru ini, namun mengingatkan agar tidak berlebihan dalam menilainya.
Pemerintah Israel juga menjadwalkan pertemuan dewan kabinet keamanan (kabinét) pada Kamis mendatang untuk membahas perkembangan terbaru dalam perundingan yang dimediasi oleh pihak internasional.
Menurut siaran publik Israel, kemajuan ini digambarkan sebagai “hati-hati tapi nyata”.
Terutama dalam konteks kesepakatan untuk gencatan senjata dan pembebasan tawanan Israel yang masih ditahan di Gaza.
Kemarahan keluarga tawanan
Sementara itu, keluarga para tawanan Israel di Gaza menyampaikan kemarahan mereka terhadap Netanyahu.
Dalam sebuah pernyataan publik, mereka menuding Netanyahu terus menunda kesepakatan yang sudah tersedia.
“Kami lelah dengan sandiwara media dan janji-janji palsu,” tegas mereka.
Keluarga para tawanan menekankan bahwa sebagian besar rakyat Israel menginginkan kesepakatan, bahkan jika itu berarti mengakhiri perang.
Mereka menolak segala bentuk klasifikasi atas para tawanan dan menuntut pemulangan semua tanpa pengecualian.
Sebelumnya, tahap pertama pertukaran tawanan dan gencatan senjata antara Hamas dan Israel—yang dimulai Januari 2025 lalu dengan mediasi Qatar dan Mesir serta pengawasan AS—berakhir pada awal Maret.
Meski Hamas mematuhi perjanjian tersebut, Netanyahu enggan melanjutkan ke tahap berikutnya, disebut-sebut karena tekanan dari elemen ekstremis dalam koalisi pemerintahannya.
Hamas telah menyatakan kesediaannya untuk membebaskan seluruh tawanan Israel dalam satu tahap, dengan syarat Israel menghentikan perang dan menarik pasukan dari Gaza, serta membebaskan tawanan Palestina.
Namun, Netanyahu terus mengajukan syarat baru seperti perlucutan senjata faksi-faksi perlawanan, dan bahkan berencana untuk mengembalikan pendudukan penuh atas Gaza.
Sejak 7 Oktober 2023, serangan Israel yang terus berlangsung di Jalur Gaza, dengan dukungan penuh dari AS, telah menewaskan dan melukai lebih dari 181.000 warga Palestina—mayoritas di antaranya adalah anak-anak dan perempuan.
Selain itu, lebih dari 11.000 orang dinyatakan hilang, dan ratusan ribu lainnya mengungsi di tengah kehancuran total infrastruktur sipil.