Presiden Amerika Serikat Donald Trump, Senin (29/9/2025), mengumumkan rencana damai berisi 20 poin yang diklaimnya dapat mengakhiri perang Israel di Jalur Gaza dan menjamin pembebasan seluruh sandera yang masih ditahan di wilayah tersebut.
Pengumuman tersebut disampaikan Trump dalam konferensi pers bersama Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu di Gedung Putih.
“Sore ini, setelah konsultasi intensif dengan mitra dan sahabat kami di kawasan, saya secara resmi meluncurkan prinsip-prinsip perdamaian kami—yang, saya harus katakan, sangat disukai banyak pihak,” ujar Trump di hadapan awak media.
Trump mengklaim bahwa semua pihak telah menerima proposal tersebut, kecuali Hamas. Namun, belum jelas apakah kelompok Palestina itu telah menerima dokumen tersebut sebelum dipublikasikan secara resmi oleh Gedung Putih.
“Semua pihak lain sudah menyatakan dukungan. Saya punya firasat bahwa kita akan mendapat jawaban positif. Tapi jika tidak, seperti yang Anda tahu, Bibi, Anda akan mendapatkan dukungan penuh dari kami untuk melakukan apa yang perlu dilakukan,” kata Trump kepada Netanyahu, menggunakan nama panggilan akrabnya.
Trump menegaskan bahwa penyebab utama konflik di kawasan adalah Hamas, dan “hasil akhir yang diharapkan adalah penghapusan ancaman dari kelompok tersebut.”
Sejak hampir dua tahun terakhir, Israel melancarkan kampanye militer di Gaza dengan dukungan diplomatik dan militer dari pemerintahan Biden maupun Trump. Dukungan tersebut mencakup pengiriman perlengkapan militer ofensif secara terus-menerus dan penggunaan hak veto oleh AS sebanyak enam kali untuk menggagalkan resolusi gencatan senjata di Dewan Keamanan PBB.
Hingga kini, lebih dari 66.000 warga Palestina—mayoritas perempuan dan anak-anak—dilaporkan tewas. Wilayah Gaza sendiri hampir seluruhnya hancur, menyebabkan pengungsian massal, kelangkaan kebutuhan pokok seperti makanan dan air, serta penyebaran penyakit.
Gaza Zona Bebas Teror
Dalam pernyataan resminya, Gedung Putih menyatakan bahwa rencana Trump bertujuan menjadikan Gaza sebagai “zona bebas teror yang telah dideradikalisasi dan tidak lagi menjadi ancaman bagi negara tetangganya.” Gaza juga akan “dibangun kembali demi kepentingan rakyat Gaza yang telah menderita terlalu lama.”
Jika kedua pihak sepakat terhadap rencana tersebut, perang akan langsung dihentikan, dan pasukan Israel akan mundur ke posisi yang telah disepakati. Selama proses ini, seluruh operasi militer akan dihentikan dan garis pertempuran dibekukan hingga kondisi penarikan bertahap terpenuhi.
Dalam waktu 72 jam setelah Israel menerima rencana ini, seluruh sandera, baik yang masih hidup maupun yang telah meninggal dunia, harus dikembalikan. Setelah itu, Israel akan membebaskan 250 tahanan dengan hukuman seumur hidup serta 1.700 warga Gaza yang ditahan sejak 7 Oktober 2023.
Sebagai imbal balik atas pengembalian jasad sandera Israel, pihak Israel akan menyerahkan jenazah 15 warga Gaza untuk setiap jasad yang diterima.
Anggota Hamas yang bersedia menyerahkan senjata dan berkomitmen pada hidup damai akan diberikan amnesti. Sementara itu, mereka yang memilih meninggalkan Gaza akan difasilitasi untuk mendapat suaka ke negara yang bersedia menerima.
Trump juga menyebutkan bahwa bantuan kemanusiaan akan langsung dikirim ke Gaza setelah kesepakatan diterima. Distribusi bantuan akan dilakukan oleh PBB, Bulan Sabit Merah, dan lembaga lainnya yang dinilai netral.
Bantuan tersebut akan mencakup pembangunan kembali infrastruktur, rumah sakit, dan fasilitas penting seperti roti dan air bersih, serta peralatan untuk membersihkan puing dan membuka jalan.
Dalam rencana tersebut, akan dibentuk sebuah badan pemerintahan transisi yang disebut sebagai “Dewan Perdamaian”, dan Presiden Trump menyatakan dirinya akan menjadi ketua badan tersebut. Ia juga menyebut mantan Perdana Menteri Inggris Tony Blair akan dilibatkan, bersama sejumlah pemimpin internasional lainnya.
“Para pemimpin dunia Arab, Israel, dan semua pihak meminta saya untuk memimpin ini. Jadi, badan ini akan diketuai oleh Presiden Donald J. Trump dari Amerika Serikat,” ujar Trump.
Dewan ini akan bekerja sama dengan Bank Dunia dan lembaga internasional lain untuk merekrut dan melatih pemerintahan baru yang akan terdiri dari warga Palestina dan para ahli dari berbagai belahan dunia.
Trump menegaskan bahwa Hamas dan kelompok bersenjata lain tidak akan diberi ruang dalam pemerintahan baru tersebut, baik secara langsung maupun tidak langsung.
Dalam pembicaraan tertutupnya dengan Netanyahu, Trump menyebut bahwa pemimpin Israel tersebut tetap menolak pembentukan negara Palestina.
“Beberapa negara, termasuk sekutu kami di Eropa, telah mengakui negara Palestina. Tapi saya kira mereka melakukannya karena sudah lelah dengan konflik yang tak kunjung usai,” kata Trump.