Monday, April 28, 2025
HomeBeritaTulangnya patah, fakta baru tentang tawanan Abdullah Barghouti

Tulangnya patah, fakta baru tentang tawanan Abdullah Barghouti

Informasi baru dan mengejutkan mengenai kondisi tawanan Abdullah Barghouti, yang berasal dari Palestina dan berkewarganegaraan Yordania, telah terungkap.

Putri Barghouti, Talaa, melalui unggahan di akun Facebook-nya, membagikan kabar mengharukan yang diterimanya dari seorang pengacara yang baru-baru ini dapat mengunjungi ayahnya.

Pengacara yang tidak disebutkan namanya tersebut melaporkan bahwa hampir seluruh tulang tubuh Barghouti patah akibat penganiayaan yang terus-menerus diterimanya.

Abdullah Barghouti, yang ditahan sejak 2003 oleh Israel dengan hukuman penjara seumur hidup sebanyak 67 kali, adalah salah satu pemimpin Hamas dan sayap militerannya, Brigade Izz ad-Din al-Qassam di Tepi Barat.

Menurut laporan dari Lembaga Tawanan Palestina (Club of Prisoners), kondisi penahanan para pemimpin tawanan menjadi lebih keras sejak dimulainya serangan militer terhadap Gaza. Termasuk isolasi sel, penyiksaan, penghinaan, dan pengabaian perawatan medis.

Menurut data klub tersebut, sebanyak 65 tawanan telah gugur sejak dimulainya serangan militer, termasuk seorang anak dan setidaknya 40 korban berasal dari Gaza.

Kejadian ini menjadi sebuah pukulan emosional yang mendalam, baik bagi keluarga yang kehilangan anggota mereka maupun bagi mereka yang masih hidup dalam kondisi yang sangat menyakitkan.

Talaa Barghouti menggambarkan pertemuan yang dilalui pengacara ayahnya sebagai “kejutannya yang tidak terlukiskan”.

Karena, lanjutnya, pengacara itu keluar dari kunjungan dengan mata yang penuh air mata, tak bisa mengungkapkan rasa keterkejutannya atas kekejaman penyiksaan yang dialami oleh Abdullah.

“Pertemuan ini bukanlah pertemuan biasa, melainkan sebuah kejutan kemanusiaan yang menggambarkan penderitaan seorang tawanan yang disiksa setiap hari, dihancurkan martabatnya tanpa belas kasihan,” tulis Talaa dalam unggahannya.

Talaa melanjutkan bahwa ayahnya setiap hari disiksa dengan pukulan yang hebat, sering kali setelah para tawanan lain dipindahkan, meninggalkan Abdullah sendirian dengan alat penyiksa, termasuk tongkat besi.

Pukulan-pukulan ini meninggalkan bekas yang mengerikan di tubuhnya, membuat hampir seluruh tulangnya patah dan tubuhnya menderita rasa sakit yang luar biasa.

Abdullah bahkan tidak mampu berdiri atau bergerak karena luka-lukanya yang sangat parah.

Lebih lanjut, pengacara yang mengunjungi Abdullah juga melaporkan bahwa sang tawanan menderita abses yang sangat menyakitkan dan luka terbuka, namun tidak mendapatkan perawatan medis sama sekali.

Hanya tawanan lain yang berada di sel yang sama yang berusaha untuk membersihkan lukanya dengan cairan antiseptik, dalam kondisi yang sangat minim tanpa bantuan medis atau perawatan dasar lainnya.

Kondisi tubuh Abdullah semakin memburuk, dengan berat badannya kini menurun drastis menjadi 70 kilogram, sebuah gambaran nyata dari pengabaian dan penderitaan yang dialaminya.

Talaa menegaskan bahwa ayahnya kini memohon kepada pemerintah Yordania, kedutaan besar Yordania, dan Kementerian Luar Negeri Yordania untuk segera mengambil langkah nyata.

Ia memeohon agar segera melakukan kunjungan ke tempat penahanannya, dan menyelidiki kondisi penyiksaan yang diterimanya.

“Kami meminta agar mereka bertindak untuk menyelamatkan ayah kami sebelum dia benar-benar hilang,” katanya dengan penuh harapan.

Sumber-sumber yang dekat dengan keluarga Barghouti di Tepi Barat menyatakan bahwa informasi yang mereka terima semakin mengkhawatirkan.

Beberapa tawanan yang baru saja dibebaskan juga menyampaikan kesaksian yang mengerikan dan gambaran suram tentang kondisi kesehatan Abdullah.

Mereka menambahkan bahwa tawanan yang dibebaskan enggan mengungkapkan identitas mereka karena takut akan diburu oleh otoritas Israel, yang semakin meningkatkan ketegangan tentang nasib dan keselamatan Abdullah Barghouti.

Penyiksaan terhadap para pemimpin tawanan

Juru bicara Lembaga Tawanan Palestina, Amjad al-Najjar, mengungkapkan bahwa sejak 7 Oktober 2023, otoritas penjajah Israel menolak memberi izin bagi sebagian besar pengacara untuk mengunjungi para pemimpin tawanan di penjara-penjara mereka.

Dalam beberapa kasus yang sangat terbatas, kunjungan masih diperbolehkan. Selain itu, keluarga para tawanan tersebut juga dilarang mengunjungi mereka.

Amjad menambahkan bahwa apa yang dialami oleh Abdullah Barghouti juga dialami oleh para pemimpin tawanan lainnya, seperti Marwan Barghouthi, Ahmad Sa’adat, dan Ibrahim Hamad.

“Mereka telah dihina dan disiksa dengan segala bentuk penyiksaan, termasuk isolasi individu, serta larangan bertemu dengan pengacara mereka atau tawanan lainnya,” jelasnya.

Setelah setiap penyiksaan, tawanan tidak diberikan perawatan medis.

Al-Najjar menjelaskan bahwa petugas penjaga akan bertanya kepada dokter penjara yang memeriksa tawanan yang terluka akibat penyiksaan, apakah tawanan tersebut mendekati kematian. Jika jawabannya tidak, tawanan tidak akan diberikan perawatan medis apa pun.

Al-Najjar juga menekankan bahwa penderitaan para tawanan semakin terasa pada mereka yang sudah lanjut usia, seperti Marwan Barghouthi, Ahmad Sa’adat, dan Hasan Salama, yang sudah memasuki usia ketujuh atau mendekati usia tersebut.

Selain penyiksaan fisik dan pengabaian medis, tawanan juga dilucuti dari bahan pembersih dan diberikan makanan dalam jumlah yang sangat terbatas.

Al-Najjar juga menunjukkan bahwa sejak 7 Oktober 2023, tidak ada lagi peran dari Komite Internasional Palang Merah (ICRC), yang dilarang keras mengunjungi penjara-penjara dan memantau kondisi tawanan.

Ia menyebutkan bahwa kantor ICRC di Tepi Barat kini kosong, meskipun jumlah tawanan terus meningkat.

Eksekusi perlahan

Sementara itu, Kantor Media Tawanan, yang berpusat di Gaza, dalam sebuah pernyataan menyebutkan bahwa Abdullah Barghouthi kini menjalani “penderitaan harian” yang sangat berat.

“Saat ini, ia tidak hanya menghadapi hukuman penjara seumur hidup, tetapi juga menghadapi hukuman mati perlahan, akibat meningkatnya kebijakan penindasan dan pengabaian medis yang disengaja,” tambah pernyataan tersebut.

Kantor tersebut menegaskan bahwa Abdullah Barghouthi adalah bukti nyata dari kekejaman pendudukan Israel dan kesabaran luar biasa yang ditunjukkan oleh rakyat Palestina meskipun mereka disiksa setiap hari.

“Menyelamatkan hidupnya adalah tanggung jawab moral dan kemanusiaan yang mendesak sebelum darahnya menjadi saksi lain dari aib kebisuan ini,” tegas mereka.

Dalam pernyataan rinci, kantor tersebut mengidentifikasi beberapa bentuk penyiksaan yang digunakan oleh penjajah untuk mencoba menghancurkan semangat tawanan Palestina, antara lain:

  • Pengabaian medis yang mematikan: Para tawanan yang sakit dibiarkan tanpa perawatan hingga mereka meninggal dunia.
  • Penyiksaan kejam: Pukulan, penyetruman listrik, penindasan, serta serangan fisik dan seksual, serta penghilangan hak tidur untuk menghancurkan semangat mereka.
  • Isolasi psikologis yang merusak: Isolasi total selama bertahun-tahun di sel-sel gelap yang tidak mendapatkan cahaya matahari, tanpa obat-obatan, yang menghancurkan tubuh dan jiwa.

Menurut data terbaru dari Badan Urusan Tawanan Palestina dan Lembaga Tawanan Palestina yang dipublikasikan pada pertengahan April 2025, jumlah tawanan yang berada di penjara-penjara Israel diperkirakan sekitar 9.900 orang, termasuk 29 wanita dan sekitar 400 anak.

ARTIKEL TERKAIT
- Advertisment -spot_img

Most Popular