Kelompok perlawanan Palestina, Hamas, mengatakan tidak ada kemajuan dalam perundingan gencatan senjata dengan Israel mengenai perang di Gaza. Di saat yang sama puluhan ribu warga Israel menuntut pemerintah mencapai kesepakatan dengan Hamas untuk membebaskan sandera.
Pejabat Hamas di Lebanon, Osama Hamdan pada Sabtu mengatakan, faksi Palestina masih siap membahas proposal gencatan senjata untuk mengakhiri perang yang telah berjalan hampir sembilan bulan ini.
“Sekali lagi, Hamas siap untuk menangani secara positif setiap proposal yang menjamin gencatan senjata permanen, penarikan pasukan komprehensif dari Jalur Gaza, dan kesepakatan pertukaran yang serius,” kata Hamdan pada konferensi pers di Beirut, seperti dilaporkan Aljazeera.
Upaya mediator Arab, yang didukung Amerika Serikat, gagal mencapai gencatan senjata.
Hamas mengatakan kesepakatan harus mengakhiri perang selamanya dan berujung pada penarikan Israel sepenuhnya dari Gaza. Sementara Israel hanya akan menerima jeda sementara, dan perang terus berjalan hingga Hamas bisa “dibasmi” hingga habis.
Hamdan juga menyalahkan AS yang menekan Hamas agar menerima persyaratan Israel.
Penyelenggara protes anti-pemerintah di Tel Aviv memperkirakan 130.000 warga Israel berkumpul di pusat kota pada Sabtu malam menuntut kesepakatan gencatan senjata segera untuk memulangkan para tawanan dari Jalur Gaza.
“Jangan biarkan Netanyahu menyabotase kesepakatan itu lagi. Desakan Netanyahu untuk memperpanjang perang menghalangi kami dan orang-orang yang kami cintai,” kata seorang kerabat sandera dalam jumpa pers di luar Kementerian Pertahanan Israel.
“Melanjutkan perang berarti membunuh para sandera di tangan pemerintah Israel. Masyarakat memahami bahwa Netanyahu memperpanjang perang karena alasan pribadi – mencapai kesepakatan akan mengarah pada pemilu dini dan mengakhiri pemerintahannya,” kata kerabat sandera itu.
Naskah baru AS
Pada Sabtu, kantor berita Associated Press mengutip “pejabat senior pemerintahan Biden” bahwa AS telah menyampaikan bahasa baru kepada perantara Mesir dan Qatar yang bertujuan untuk mencoba memulai negosiasi Israel-Hamas yang terhenti.
Pejabat itu mengatakan bahwa tes yang direvisi berfokus pada negosiasi yang akan dimulai antara Israel dan Hamas selama fase pertama dari perjanjian tiga fase itu. Perjanjian tiga fase itu ditetapkan oleh Presiden AS Joe Biden hampir sebulan yang lalu.
Fase pertama menyerukan “gencatan senjata penuh dan menyeluruh”, penarikan pasukan Israel dari seluruh wilayah padat penduduk di Gaza, pembebasan sejumlah tawanan – termasuk wanita, orang lanjut usia, dan korban luka – sebagai imbalan atas pembebasan ratusan tahanan Palestina dari penjara-penjara Israel.
Proposal itu meminta para pihak untuk merundingkan persyaratan tahap kedua selama 42 hari tahap pertama. Berdasarkan usulan yang ada saat ini, Hamas dapat membebaskan seluruh warga yang tersisa, baik warga sipil maupun tentara.
Sebagai imbalan, Israel harus membebaskan ratusan tahanan Palestina yang telah disepakati. Pertukaran tahanan tidak akan terjadi sebelum tercapainya “masa tenang berkelanjutan” dan penarikan pasukan Israel sepenuhnya dari Gaza.
Pejabat AS yang dikutip AP itu tidak merinci bahasa baru dalam proposal usulan AS kali ini. Dia bilang, hal itu bertujuan untuk mencapai solusi atas perbedaan antara Israel dan Hamas mengenai parameter negosiasi antara fase pertama dan fase kedua.
Hamas ingin perundingan berpusat pada jumlah dan identitas tahanan Palestina yang akan dibebaskan dari penjara-penjara Israel, sebagai imbalan atas sisa tentara Israel yang masih hidup dan tawanan pria yang ditahan di Gaza, kata pejabat itu. Israel ingin negosiasi lebih luas dan mencakup demiliterisasi wilayah yang dikuasai Hamas.
Hamdan mengatakan pihaknya belum menerima usulan gencatan senjata baru dari mediator. Kepala politik Hamas Ismail Haniyah berbicara melalui telepon dengan kepala badan intelijen Mesir untuk membahas negosiasi tersebut, kata Hamas dalam satu pernyataan.