Setahun setelah runtuhnya rezim Baath yang berkuasa selama 61 tahun, umat Kristiani di barat laut Suriah yang sebelumnya terpaksa meninggalkan desa mereka akibat perang saudara mulai kembali ke tanah leluhur.
Sebelum perang berkecamuk selama 13 tahun, sekitar 20.000 orang tinggal di desa-desa Kristen Ghassaniyah, Yacoubiyah, Judayda, dan Quniyah, yang terletak di sebelah barat Idlib, barat laut Suriah.
Namun, pada masa-masa paling berat perang saudara antara 2013–2015, jumlah warga Kristen di wilayah itu menyusut drastis hingga tinggal sekitar 500 orang. Sebagian besar penduduk terpaksa mengungsi akibat serangan artileri dan udara oleh pasukan rezim Assad—yang kini telah tumbang—serta pertempuran di kawasan tersebut.
“Kami kembali untuk merasakan udara desa kami”
Semmaye Agop, warga Desa Quniyah di Idlib, mengatakan masa kecil dan masa mudanya dihabiskan di desa itu, hingga ia akhirnya terpaksa mengungsi akibat serangan pasukan Assad, yang digulingkan pada 8 Desember 2024.
“Kami membawa anak-anak dan istri, lalu mengungsi ke Tartus,” ujarnya kepada Anadolu, seraya menambahkan bahwa serangan udara semakin intens seiring memanasnya perang.
Agop mengatakan ia kembali ke desa setelah revolusi. “Kami kembali untuk menghirup udara desa kami. Namun tidak ada air, listrik, dan internet. Kami bahkan sulit berkomunikasi dengan anak-anak kami. Meski begitu, kami kembali ke tanah kami. Semoga, keadaan bisa benar-benar pulih,” katanya.
“Jejak gempa 2023 dan serangan masih terlihat”
Livan Muvas mengaku meninggalkan desanya setelah serangan udara mulai melanda pada 2013. Ia pertama-tama mengungsi ke Lebanon, lalu terpaksa pindah ke Uni Emirat Arab.
“Dengan rahmat Tuhan, kami kembali ke desa dan ke tanah kami. Ini adalah impian semua orang Suriah,” ujarnya. “Kami telah tinggal di sini selama berabad-abad; kami terikat pada tanah ini.”
Muvas mengatakan mereka mendapati kehancuran yang cukup besar ketika kembali ke desa setelah 12 tahun. “Jejak gempa 2023 dan serangan masih tampak jelas. Masalah infrastruktur, kesulitan akses internet, dan buruknya jaringan komunikasi menjadi tantangan. Namun solidaritas tetap ada di antara semua lapisan masyarakat Suriah. Kami akan membangun kembali Suriah,” katanya.
Gempa pada 6 Februari 2023—yang menewaskan sekitar 60.000 orang di 12 provinsi Turki—juga menelan korban 6.000 hingga 8.500 jiwa di wilayah barat laut Suriah.
Hanna Jalluf, yang tinggal di Quniyah sebelum perang, mengatakan ia terpaksa mengungsi akibat serangan udara pasukan Assad. Setelah rezim kejatuh, ia kembali ke desa dan menilai situasinya kini lebih baik.
“Saya bertahan di sini dan merasa hidup lebih baik dibanding sebelumnya,” ujarnya.


