Sebanyak 130 tokoh publik menyerukan kepada Pemerintah Prancis dan Belgia untuk memberikan perlindungan diplomatik dan konsuler bagi armada bantuan kemanusiaan Global Sumud Flotilla yang sedang menuju Gaza. Seruan ini disampaikan melalui pernyataan bersama yang diterbitkan pada Sabtu (28/9/2025), menurut laporan kantor berita Anadolu.
“Kami menuntut perlindungan bagi armada ini dan mendesak pemerintah Emmanuel Macron dan Bart De Wever untuk menjamin perlindungan diplomatik dan konsuler bagi kapal-kapal yang mengangkut warga negara Prancis dan Belgia,” demikian bunyi pernyataan tersebut.
Pernyataan tersebut diterbitkan oleh harian Prancis, Nouvel Obs, dan ditandatangani oleh sejumlah tokoh ternama seperti DJ Snake (Prancis-Aljazair), penyanyi Belgia Angele, serta kreator konten asal Prancis, Lena Mahfouf.
Para penandatangan juga menyerukan tindakan segera dari Pemerintah Prancis dan Belgia guna menjamin akses kemanusiaan ke Jalur Gaza serta mengakhiri kekerasan yang mereka sebut sebagai “genosida terhadap rakyat Palestina”.
Disebutkan pula bahwa 16 negara, termasuk Spanyol dan Irlandia, telah memberikan perlindungan diplomatik kepada warga negaranya yang tergabung dalam armada tersebut. Namun, Prancis dan Belgia dinilai “masih bungkam”, meskipun hukum internasional mewajibkan negara-negara untuk melindungi warga sipil di zona konflik dan memastikan kelancaran bantuan kemanusiaan.
“Global Sumud Flotilla dan ribuan warga yang tergabung dalam inisiatif Thousand Madleen ke Gaza merupakan aksi legal dan non-kekerasan. Mereka tidak boleh diserang atau dihalangi. Keamanan mereka harus dijamin hingga tiba di tujuan, dengan koordinasi internasional antarnegara yang terlibat,” tegas para tokoh tersebut.
Armada Global Sumud, yang terdiri atas sekitar 50 kapal, berlayar awal bulan ini dengan misi menembus blokade Israel dan mengantarkan bantuan kemanusiaan, terutama pasokan medis, ke Gaza.
Sejak 2 Maret lalu, Israel sepenuhnya menutup semua akses masuk ke Gaza, termasuk jalur distribusi bantuan dan pangan, yang memperparah krisis kelaparan di wilayah tersebut. Bantuan yang berhasil masuk pun sangat terbatas dan kerap dirampas oleh kelompok bersenjata, yang menurut otoritas Gaza dilindungi oleh Israel.
Sebagai kekuatan pendudukan, Israel tercatat beberapa kali mencegat kapal bantuan menuju Gaza, menyita kapal, dan mendeportasi para aktivis. Tindakan ini oleh sejumlah pihak dikritik sebagai bentuk perompakan di laut.
Sejak Oktober 2023, serangan militer Israel di Gaza telah menewaskan hampir 66.000 warga Palestina, sebagian besar di antaranya adalah perempuan dan anak-anak. Serangan tanpa henti tersebut telah menghancurkan infrastruktur Gaza, menyebabkan kelaparan, dan menyebarkan penyakit.