Israel seharusnya membebaskan para tahanan Palestina pada hari Sabtu lalu sebagai bagian dari tahap ke-7 dalam perjanjian gencatan senjata dan pertukaran tahanan antara Tel Aviv dan Hamas, yang dimediasi oleh pihak internasional dan regional.
Namun, 2 lembaga yang mengurusi urusan tahanan Palestina mengumumkan pada Minggu bahwa Israel menolak dan terus menunda pembebasan tahanan tersebut. Meskipun, Hamas sendiri telah memenuhi komitmennya dalam perjanjian tersebut.
“Sampai pukul 16:44 waktu Gaza, Israel masih menolak membebaskan para tahanan tahap ketujuh dan terus melakukan penundaan secara sengaja dan sistematis,” demikian pernyataan bersama, Komisi Urusan Tahanan Palestina (lembaga pemerintah) dan Klub Tahanan Palestina (lembaga non-pemerintah).
Pernyataan itu juga menambahkan bahwa Israel terus melakukan intimidasi terhadap para tahanan dan keluarga mereka.
Sementara itu, Mahmoud Mardawi, seorang pemimpin gerakan Hamas, menegaskan bahwa Hamas tidak akan mengadakan pembicaraan apapun dengan Israel melalui mediator (Mesir dan Qatar).
“Mengenai langkah berikutnya sebelum tahanan Palestina yang dijanjikan dibebaskan,” katanya.
Ia juga menambahkan bahwa Mediator harus menekan Israel untuk melaksanakan perjanjian tersebut.
Pada hari Kamis, Jumat, dan Sabtu, Brigade Al-Qassam, sayap militer Hamas, telah menyerahkan 10 tahanan Israel, termasuk 6 yang masih hidup, kepada Komite Internasional Palang Merah untuk diserahkan ke Tel Aviv.
Ini merupakan bagian dari perjanjian pertukaran yang mengharuskan Israel membebaskan 620 tahanan Palestina dari penjara mereka.
Namun, meskipun Hamas telah memenuhi komitmennya, Israel belum membebaskan para tahanan Palestina.
Pada Minggu dini hari, Kantor Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu mengeluarkan pernyataan bahwa penundaan pembebasan tahanan Palestina akan berlanjut hingga Israel mendapatkan jaminan pembebasan tahanan Israel berikutnya, tanpa apa yang mereka sebut sebagai “upacara penghinaan”.
“Hamas sengaja mempermalukan para tahanan Israel dan memanfaatkan mereka untuk tujuan politik,” kata Netanyahu.
Menanggapi klaim tersebut, Hamas mengecam pernyataan Israel, dengan menyebutnya sebagai alasan yang tidak berdasar.
“Alasan lemah untuk menghindari kewajiban dalam perjanjian pertukaran tahanan dan gencatan senjata di Gaza,” sebut Hamas.
Dengan dukungan Amerika Serikat (AS), Israel melancarkan perang di Gaza sejak 7 Oktober 2023 hingga 19 Januari 2025. Akibatnya, lebih dari 160.000 warga Palestina tewas dan terluka, sebagian besar adalah anak-anak dan perempuan, serta lebih dari 14.000 orang hilang, menurut data Palestina.
Pada 19 Januari 2025, tahap pertama dari perjanjian gencatan senjata dan pertukaran tahanan dimulai. Perjanjian itu mencakup tiga tahap, masing-masing berlangsung 42 hari, dengan negosiasi untuk tahap berikutnya yang harus dilakukan sebelum menyelesaikan tahap sebelumnya.
Namun, hingga kini, Netanyahu terus menunda negosiasi tahap kedua, yang seharusnya dimulai pada 3 Februari 2025.
Media Israel melaporkan bahwa Netanyahu berjanji kepada Partai Zionisme Religius, yang dipimpin oleh Menteri Keuangan Bezalel Smotrich, bahwa Israel tidak akan melanjutkan ke tahap kedua perjanjian gencatan senjata di Gaza.
Janji ini dimaksudkan untuk mencegah partai tersebut keluar dari koalisi pemerintah, yang dapat menyebabkan runtuhnya pemerintahan Netanyahu.