Seorang dokter bedah asal Inggris yang menjadi relawan di Jalur Gaza, Tom Potokar, menggambarkan situasi di wilayah itu sebagai “mengerikan dan benar-benar di luar batas kemanusiaan.”
Dalam wawancara dengan Al Jazeera, Potokar mengaku tim medis di Gaza kini tidak lagi mampu memberikan perawatan yang memadai bagi korban luka, sebagian besar adalah perempuan dan anak-anak.
“Situasinya sungguh bencana. Kami kekurangan segalanya—obat, peralatan medis, bahkan makanan,” ujar Potokar.
Ia menambahkan bahwa serangan udara yang tak kunjung henti dari Israel telah menyebabkan gelombang korban yang terus meningkat, sementara sistem kesehatan nyaris lumpuh akibat blokade dan kehancuran infrastruktur.
Menurutnya, sistem pelayanan kesehatan di Gaza telah mencapai titik krisis. Banyak pasien dengan luka berat tak kunjung membaik karena kurangnya pengobatan dan buruknya gizi.
Mobilisasi pasien juga semakin sulit dilakukan karena penduduk terusir dari satu tempat ke tempat lain akibat serangan, menjadikan proses evakuasi medis nyaris mustahil.
“Bahkan untuk melakukan hal yang paling mendasar dalam perawatan luka pun kami kesulitan. Beberapa pasien mengalami cedera otak, kehilangan anggota tubuh, dan mereka butuh waktu yang sangat panjang untuk pulih—jika pun ada harapan pulih,” tutur Potokar.
Meski tim medis sudah kelelahan secara fisik dan mental, Potokar menegaskan mereka tetap melanjutkan tugasnya.
“Kami tak menyerah. Kami lakukan yang terbaik dengan sumber daya yang sangat terbatas,” katanya.
Ia juga menyoroti bahwa kenyataan di lapangan jauh lebih buruk daripada apa yang ditampilkan di media.
“Gambar-gambar yang dilihat orang hanya sebagian kecil dari kenyataan. Yang terjadi di sini benar-benar mengerikan,” imbuhnya.
Dengan suara penuh keprihatinan, ia mengirimkan pesan keras kepada komunitas internasional.
“Situasi ini harus dihentikan. Para pemegang kekuasaan harus bertindak nyata, bukan hanya membuat pernyataan kosong,” tegasnya.
Sebelumnya, Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) mengungkapkan bahwa sistem kesehatan di Gaza telah hampir runtuh total akibat serangan yang terus menerus.
Hingga kini, lebih dari 94 persen rumah sakit di wilayah tersebut rusak parah atau bahkan hancur sepenuhnya.
WHO juga memperingatkan bahwa akses terhadap layanan kesehatan hampir sepenuhnya hilang bagi lebih dari dua juta penduduk yang terperangkap di wilayah terkepung itu.