Friday, July 4, 2025
HomeBeritaBenarkah Suriah siap berdamai dengan Israel? Ini syarat-syaratnya

Benarkah Suriah siap berdamai dengan Israel? Ini syarat-syaratnya

Ketika perhatian dunia tengah tertuju pada ketegangan di Gaza dan meningkatnya konfrontasi antara Israel dan Iran, spekulasi mengenai kemungkinan normalisasi hubungan antara Suriah dan Israel kembali mencuat.

Dua harian terkemuka Israel—Israel Hayom dan Haaretz—baru-baru ini mengulas potensi kesepakatan diplomatik antara kedua negara, sekaligus mengurai sejumlah syarat dan tantangan yang mungkin menyertainya.

Kondisi Suriah

Menurut laporan Israel Hayom yang merujuk pada informasi dari saluran berita Lebanon LBCI, Suriah disebut-sebut telah menetapkan sejumlah syarat untuk membuka pintu normalisasi dengan Israel.

Di antara syarat utama tersebut adalah pengakuan resmi Israel terhadap pemerintahan Presiden Ahmad al-Sharaa, yang menggantikan Bashar al-Assad setelah jatuhnya rezim lama pada Desember 2024.

Suriah juga meminta penarikan penuh Israel dari wilayah-wilayah yang didudukinya setelah kejatuhan Assad, penghentian total serangan udara Israel di wilayah Suriah, serta pengaturan keamanan baru di bagian selatan negara itu.

Di samping itu, Damaskus dikabarkan menuntut jaminan dan dukungan politik dari Amerika Serikat bagi pemerintahan barunya.

Sebagai imbalannya, Suriah dikatakan bersedia mempertimbangkan pengakuan permanen atas kedaulatan Israel di Dataran Tinggi Golan.

Sebuah wilayah strategis yang dicaplok Israel pada 1967 dan kemudian dianeksasi secara sepihak.

Langkah ini, jika benar terealisasi, akan menjadi terobosan besar yang belum pernah terjadi sejak permusuhan kedua negara pecah lebih dari setengah abad silam.

Indikator

Isyarat kemungkinan normalisasi ini mengemuka di tengah meningkatnya keterlibatan Washington dalam konflik Israel-Iran.

Haaretz mencatat bahwa retorika pemerintahan Presiden Donald Trump terkait perluasan Abraham Accords—pakta normalisasi yang telah melibatkan Uni Emirat Arab, Bahrain, Maroko, dan Sudan—semakin nyaring dalam beberapa hari terakhir.

Dalam sebuah wawancara dengan CNBC, utusan Timur Tengah Gedung Putih, Steven Witkoff, menyebutkan bahwa “pengumuman besar” akan segera diumumkan, terkait negara-negara yang sebelumnya tak terbayangkan akan menormalisasi hubungan dengan Israel.

Trump sendiri, dalam pernyataan kepada Fox News, tidak menampik kemungkinan masuknya Suriah ke dalam lingkaran normalisasi.

Ia bahkan mengaku telah mencabut sebagian sanksi terhadap Suriah “atas permintaan beberapa sahabat di kawasan”.

Menurut Israel Hayom, utusan khusus Trump untuk Suriah, Thomas Barrack, menyebut bahwa Ahmad al-Sharaa menunjukkan keinginan untuk menciptakan perdamaian di perbatasan.

Ia memprediksi bahwa pembicaraan akan dimulai dengan dialog tidak langsung terkait persoalan perbatasan teknis, sebelum berkembang ke diskusi yang lebih luas untuk mencegah eskalasi di kemudian hari.

Tantangan

Namun demikian, Haaretz menggarisbawahi sejumlah hambatan besar yang masih menghadang.

Salah satunya adalah soal Dataran Tinggi Golan, yang keberadaannya terus menjadi duri dalam hubungan kedua negara.

Di masa kepresidenan pertamanya, Trump mengakui kedaulatan Israel atas wilayah itu, dan menjadikannya salah satu pencapaian diplomatik yang dibanggakan dalam kampanye pemilu 2024. Posisi ini jelas bertolak belakang dengan sikap Suriah selama ini.

Lebih jauh lagi, Haaretz mencatat bahwa kehadiran militer Israel di bagian barat daya Suriah menyulitkan tercapainya kesepakatan gencatan senjata yang dapat membuka jalan bagi hubungan bilateral yang stabil.

Serangan udara Israel ke wilayah Suriah, Iran, dan Lebanon dalam beberapa bulan terakhir memperlihatkan bahwa bagi Tel Aviv, keamanan nasional tetap menjadi prioritas utama, meski harus mengorbankan peluang diplomatik sekalipun.

Kendati demikian, negosiasi tidak langsung antara kedua negara disebut masih terus berlangsung.

Meskipun diwarnai kemarahan regional atas perang di Gaza dan peningkatan ketegangan domestik di Suriah akibat operasi militer Israel.

Haaretz juga memperingatkan risiko yang mungkin timbul jika Israel terlalu jauh mengeksploitasi situasi saat ini.

Tekanan berlebihan bisa menempatkan Presiden Ahmad al-Sharaa dalam posisi sulit untuk menjual kesepakatan apapun kepada rakyat Suriah, yang masih terluka oleh konflik berkepanjangan dan pendudukan asing.

ARTIKEL TERKAIT
- Advertisment -spot_img

Most Popular