Tuesday, July 22, 2025
HomeBeritaMedia Internasional: Pembunuhan anak-anak di Gaza ungkap harga mencari hidup

Media Internasional: Pembunuhan anak-anak di Gaza ungkap harga mencari hidup

Sejumlah media internasional menyoroti krisis kemanusiaan yang terus memburuk di Gaza akibat agresi militer Israel terhadap warga sipil.

Serangan ini tidak hanya menyebabkan kelaparan dan kematian, tetapi juga diperparah oleh keterlibatan militer Israel di Suriah yang memicu kekhawatiran regional.

Harian The Guardian Inggris menyoroti pembunuhan dua bersaudara, Karam dan Lu’lu al-Ghussein—masing-masing berusia sembilan dan sepuluh tahun—yang tewas saat mengantre di titik distribusi air di Gaza.

Surat kabar itu menulis, tragedi yang menimpa dua bocah ini menjadi simbol bagaimana kebutuhan dasar untuk bertahan hidup kini berujung pada risiko kehilangan nyawa.

Disebutkan bahwa serangan udara Israel yang menewaskan sepuluh orang, enam di antaranya anak-anak, membuat jasad Karam dan Lu’lu hancur tak berbentuk.

Sang ayah bahkan menolak mengizinkan istrinya melihat tubuh kedua anak mereka karena kondisi yang mengenaskan.

Sementara itu, majalah Foreign Policy memuat opini penulis Matthew Duss yang menegaskan bahwa pemerintahan Amerika Serikat (AS) sebelumnya telah menyebarkan informasi yang menyesatkan soal Gaza.

Duss mendesak agar para pejabat utama pemerintahan Presiden Joe Biden saat itu dimintai pertanggungjawaban atas narasi yang menyesatkan publik.

Ia menyoroti bagaimana pemerintah Biden menggambarkan korban sipil di Gaza sebagai dampak tak disengaja dari serangan Israel, padahal kerusakan yang ditimbulkan begitu sistematis dan luas.

Ia juga mengkritik kepercayaan berulang Biden terhadap janji-janji Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu—yang kini menjadi buronan Mahkamah Pidana Internasional—meski Netanyahu berulang kali mengingkarinya.

Manuver berisiko di Suriah

Isu keterlibatan Israel di Suriah juga mendapat sorotan. Dalam tajuk rencananya, surat kabar Haaretz dari Israel memperingatkan bahwa serangan Israel ke wilayah Suriah dengan dalih melindungi warga Druze telah membuka front militer baru tanpa didasari strategi yang jelas.

Haaretz menilai langkah tersebut sebagai kebijakan yang tidak sistematis, tanpa deklarasi politik yang terukur, dan memperingatkan bahwa ketegangan di Suriah tidak dapat dijadikan kedok untuk mengalihkan perhatian dari krisis Gaza yang masih berlangsung.

Di sisi lain, harian Le Monde dari Prancis mengkritik pendekatan Israel terhadap Suriah sejak jatuhnya rezim Presiden Bashar al-Assad.

Le Monde menyebut tindakan Israel sebagai manuver yang membahayakan stabilitas kawasan.

Netanyahu, menurut editorial Le Monde, tampaknya sedang berusaha menyulut kekacauan di negara-negara yang belum melakukan normalisasi hubungan dengan Israel.

Tindakan semacam ini, lanjutnya, tidak membawa keamanan, justru semakin mempertaruhkan ketegangan di wilayah yang sedang berjuang meraih perdamaian.

Adapun Washington Post menilai bahwa eskalasi militer Israel di Suriah bisa berujung pada perubahan besar dalam dinamika politik Suriah dan juga di kawasan.

Kompleksitas krisis regional dan keterlibatan banyak pihak dengan kepentingan yang saling bersinggungan membuat situasi ini sangat rentan terhadap ketidakstabilan yang lebih luas.

Sementara itu, Washington Times melaporkan bahwa Departemen Pertahanan AS kini memfokuskan perhatian pada pengembangan drone militer sebagai bagian dari strategi memperkuat postur tempur global.

Dalam laporan itu disebutkan bahwa sejak serangan 11 September, Amerika telah menjadi pelopor dalam penggunaan drone militer.

Namun, kemunculan aktor-aktor lain seperti China, Rusia, dan Iran yang mulai menyaingi—bahkan nyaris melampaui—kemampuan Washington, mendorong pemerintah Donald Trump saat itu untuk mengakselerasi pengembangan sistem drone demi menjaga keunggulan militer AS.

ARTIKEL TERKAIT
- Advertisment -spot_img

Most Popular