Serikat wartawan Agence France-Presse (AFP), Senin (22/7/2025), mengeluarkan peringatan keras mengenai kondisi jurnalis mereka yang bertugas di Jalur Gaza. Para jurnalis tersebut menghadapi kelangkaan makanan ekstrem dan terancam kelaparan di tengah blokade total Israel dan serangan yang terus berlangsung.
Dalam pernyataannya, Serikat Jurnalis AFP (SDJ) menegaskan bahwa mereka menolak tinggal diam melihat rekan-rekannya perlahan meninggal karena kelaparan.
“Sejak AFP didirikan pada Agustus 1944, kami telah kehilangan rekan dalam konflik, ada yang terluka dan ditawan. Namun tak satu pun dari kami pernah menyaksikan rekan sendiri meninggal karena kelaparan,” tulis pernyataan SDJ yang dibagikan melalui platform X.
Menurut SDJ, AFP saat ini bekerja sama dengan satu reporter lepas, tiga fotografer, dan enam jurnalis video lepas di Jalur Gaza. Salah satu dari mereka adalah Bashar Taleb, fotografer berusia 30 tahun, yang baru-baru ini menulis di Facebook mengenai kondisi kesehatannya yang memburuk.
“Saya sudah tidak sanggup lagi meliput. Tubuh saya lemah dan saya sudah tidak mampu berjalan,” tulis Taleb. Ia juga mengabarkan bahwa kakaknya jatuh pingsan pada Minggu pagi karena kelaparan yang parah.
Meski menerima gaji bulanan, para jurnalis AFP di Gaza tidak dapat membeli makanan karena tidak tersedia atau harganya sangat mahal. Keterbatasan bahan bakar membuat mereka juga tidak bisa menggunakan kendaraan untuk bekerja. Kalaupun memaksa, menggunakan mobil dianggap sangat berisiko karena dapat menjadi sasaran serangan udara Israel.
SDJ juga menyebut Ahlam, jurnalis lain di Gaza, yang terus berusaha menjalankan tugas jurnalistik meski dalam keterbatasan. “Setiap kali saya keluar dari tenda untuk meliput, mewawancarai, atau mendokumentasikan sesuatu, saya tak tahu apakah saya akan kembali hidup,” ujarnya.
Kelangkaan makanan dan air, menurut Ahlam, menjadi masalah terbesar yang mereka hadapi. “Keberanian mereka selama berbulan-bulan untuk terus menginformasikan dunia tidak akan menyelamatkan nyawa mereka,” tulis pernyataan SDJ dengan nada prihatin.
Israel telah memberlakukan blokade penuh terhadap Gaza sejak 2 Maret 2025, menutup akses terhadap makanan, obat-obatan, dan bantuan kemanusiaan. Organisasi bantuan internasional telah berulang kali memperingatkan potensi kelaparan buatan manusia (man-made famine) yang terus memburuk tanpa tanda-tanda perbaikan.
Sejak 7 Oktober 2023, serangan Israel ke Gaza telah menewaskan lebih dari 59.000 warga Palestina, mayoritas perempuan dan anak-anak. Serangan tersebut juga menghancurkan infrastruktur sipil, memperparah krisis pangan, dan memicu penyebaran penyakit.
Pada November 2024, Mahkamah Pidana Internasional (ICC) mengeluarkan surat perintah penangkapan terhadap Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu dan mantan Menteri Pertahanan Yoav Gallant atas dugaan kejahatan perang dan kejahatan terhadap kemanusiaan.
Israel saat ini juga tengah menghadapi gugatan genosida di Mahkamah Internasional (ICJ) terkait operasinya di Jalur Gaza.
Jika Anda membutuhkan versi pendek untuk media sosial atau ringkasan naratif, saya siap bantu buatkan.