Presiden Palestina Mahmoud Abbas menyerukan penghentian segera terhadap pengepungan Israel di Jalur Gaza.
Selain itu ia juga menolak dengan tegas setiap upaya untuk memaksa pengungsian warga Palestina atau menganeksasi wilayah Tepi Barat yang diduduki.
Ia juga mengimbau komunitas internasional agar bertindak cepat untuk menghentikan perang yang disebutnya sebagai “genosida” terhadap rakyat Palestina.
Dalam pidato yang disiarkan melalui televisi pemerintah Palestina, Kamis (25/7/2025), Abbas menggambarkan penderitaan rakyat Palestina di Gaza sebagai bencana kemanusiaan terburuk pada masa ini.
Ia mengkritik keras sikap diam dunia internasional yang menurutnya telah memungkinkan berlanjutnya penderitaan masif akibat serangan Israel.
“Apa yang terjadi di Gaza—pembunuhan, kelaparan, penghancuran, dan pengungsian paksa—merupakan aib bagi komunitas internasional jika tidak segera mengambil tindakan untuk menghentikan genosida ini,” ujar Abbas.
Presiden Abbas kembali menyerukan gencatan senjata yang segera dan permanen di Gaza, serta mendesak dibukanya akses bantuan pangan dan medis.
Ia juga meminta Israel mengembalikan dana pajak milik Palestina yang selama ini ditahan.
Abbas secara khusus meminta Presiden Amerika Serikat (AS), Donald Trump agar campur tangan dan mengizinkan badan-badan PBB menyalurkan bantuan kemanusiaan yang sangat dibutuhkan.
Ia memperingatkan bahwa ratusan ribu ton bantuan saat ini masih tertahan di sekitar wilayah Gaza.
Ia menambahkan, blokade Israel yang terus berlangsung dan penolakan terhadap masuknya bantuan telah menyebabkan lebih dari 100 kematian akibat kelaparan dan malnutrisi.
Termasuk lebih dari 80 anak-anak, sebagaimana dilaporkan oleh Kementerian Kesehatan di Gaza.
“Situasi di Gaza sedang berubah menjadi kematian massal,” kata Abbas.
Ia merujuk pada peringatan terbaru dari Kantor Media Pemerintah di Gaza setelah lebih dari 140 hari penutupan total perlintasan perbatasan.
Sejak 2 Maret lalu, Israel disebut terus menolak implementasi usulan gencatan senjata dan pertukaran tawanan dengan Hamas, yang menyebabkan konvoi bantuan tertahan di sejumlah titik perbatasan.
“Saya memohon kepada Tuhan agar menyelamatkan rakyat Palestina di mana pun mereka berada. Bagaimana mungkin dunia membiarkan bayi-bayi mati kelaparan di Gaza tanpa berbuat apa-apa?” ujar Abbas dengan nada emosional.
Ia juga menegaskan bahwa pemerintahannya harus diizinkan untuk kembali menjalankan otoritas penuh di Gaza.
Termasuk memimpin proses rekonstruksi dan membantu para pengungsi kembali ke tempat tinggal mereka, dengan dukungan dari negara-negara Arab dan komunitas internasional.
Dalam pernyataannya, Abbas menolak secara tegas rencana aneksasi Israel terhadap Tepi Barat.
Ia menilai langkah itu sebagai “eskalasi berbahaya” dan pelanggaran nyata terhadap hak rakyat Palestina untuk memiliki negara yang merdeka dan berdaulat.
“Kami menyerukan kepada dunia untuk menolak pelanggaran ini dan segera mengakui Negara Palestina,” kata Abbas.
Ia juga memberikan penghormatan kepada rakyat Palestina atas keteguhan dan daya juang mereka di tengah penderitaan yang mendalam.
“Kesabaran dan keteguhan kalian adalah kehormatan bagi kita semua,” katanya.
Pernyataan Abbas disampaikan sehari setelah parlemen Israel, Knesset, melakukan pemungutan suara simbolik namun kontroversial, mendukung usulan nonbinding yang mendorong pemerintah untuk menganeksasi wilayah Tepi Barat, termasuk Lembah Yordan.
Sebanyak 71 anggota mendukung usulan tersebut, sementara 13 lainnya menolak.
Meskipun tidak memiliki kekuatan hukum, media Israel menyebut pemungutan suara ini memiliki bobot simbolis dan historis yang besar.
Usulan tersebut diajukan oleh anggota parlemen dari kelompok sayap kanan seperti Religious Zionism, Otzma Yehudit, dan Partai Likud.