Tuesday, August 12, 2025
HomeBeritaPakar militer: Misi mustahil bagi Israel menembus basis Hamas di Gaza

Pakar militer: Misi mustahil bagi Israel menembus basis Hamas di Gaza

Israel menghadapi tantangan militer dan strategis yang kompleks dalam rencananya menyerang dua lokasi yang disebut sebagai “benteng terakhir” Hamas di Jalur Gaza.

Keraguan mengemuka terkait peluang keberhasilan operasi ini, khususnya dalam upaya menyelamatkan sandera, di tengah absennya wilayah aman bagi evakuasi lebih dari dua juta warga Palestina.

Pakar militer dan strategi, Kolonel Hatem Karim Al-Falahi, dalam segmen analisis militer, menilai pernyataan Perdana Menteri Benjamin Netanyahu—yang kini menjadi buronan Mahkamah Pidana Internasional—mengindikasikan adanya rencana Israel untuk menyerang dua titik terakhir yang dikuasai faksi perlawanan.

Kedua wilayah tersebut mencakup kawasan tengah, meliputi Deir al-Balah, Al-Maghazi, dan Al-Bureij, serta Kota Gaza.

Kota terakhir ini pernah dimasuki pasukan Israel pada awal operasi militer, namun kemudian ditinggalkan.

Menurut Al-Falahi, opsi yang mungkin diambil Israel adalah melancarkan operasi militer besar-besaran terhadap kedua lokasi tersebut.

Hal ini akan memerlukan evakuasi menyeluruh penduduk, seperti yang terjadi di Rafah.

Namun, ia mengingatkan, proses ini akan memakan waktu lama mengingat jumlah penduduk di kedua kawasan itu mencapai lebih dari dua juta jiwa.

Dari sisi taktik, operasi dapat dilakukan dari satu atau 2 arah. Pelaksanaannya dapat melibatkan Divisi 162 yang kini bertugas di wilayah utara di bawah komando Komando Selatan, atau Divisi 36 yang berada di wilayah tengah di bawah komando Komando Utara. Pasukan reguler akan menjadi ujung tombak operasi ini.

Terkait klaim Netanyahu bahwa operasi tersebut akan berlangsung cepat, Al-Falahi meragukannya.

Ia menegaskan, keberhasilan serangan bergantung pada banyak faktor, terutama kemampuan militer Israel untuk mencapai target yang dicanangkan.

Yaitu, membongkar seluruh struktur Hamas, melucuti senjatanya, menghancurkan infrastruktur pendukung, dan menemukan para sandera.

Operasi diprediksi brutal

Pakar militer Hatem Karim Al-Falahi memperingatkan bahwa operasi Israel menembus benteng terakhir Hamas di Gaza akan sangat sulit dan brutal.

Ia menegaskan, terdapat wilayah luas di luar kendali Israel yang memiliki infrastruktur perlawanan lengkap, tidak tersentuh serangan sebelumnya.

Kondisi ini diyakininya akan membuat Israel membayar harga mahal jika memaksakan diri melakukan penetrasi militer.

Terkait isu sandera, Al-Falahi menyoroti pernyataan Kepala Staf Angkatan Bersenjata Israel Eyal Zamir yang sebelumnya mengisyaratkan perlunya menghapus target penyelamatan sandera dari agenda operasi.

Alasannya, misi tersebut sangat sulit dilakukan, bahkan jika Israel mengerahkan seluruh kemampuan militernya.

Keberhasilan atau kegagalan misi ini, menurutnya, juga bergantung pada instruksi yang diberikan faksi-faksi perlawanan kepada para penjaga sandera, serta bagaimana mereka bereaksi saat pasukan Israel mendekat.

Al-Falahi juga menekankan tantangan terbesar ada pada evakuasi penduduk. Memindahkan lebih dari dua juta warga akan memakan waktu lama, terutama karena adanya lansia, pasien, dan korban perang yang kehilangan anggota tubuh.

Ia menilai tidak ada wilayah aman di Gaza yang dapat menampung jumlah sebesar itu.

Bahkan Rafah, yang sebelumnya ditetapkan sebagai “zona kemanusiaan”, hanya mampu menampung sekitar 600 ribu orang.

Menurut Al-Falahi, desakan Perdana Menteri Benjamin Netanyahu untuk mempercepat operasi militer ini tak lepas dari tekanan internasional dan domestik yang kian besar.

Netanyahu pun gencar berbicara soal operasi cepat dan penghentian perang, meski tantangan di lapangan sangat besar.

Pemerintah Israel pada Jumat lalu menyetujui rencana bertahap yang diajukan Netanyahu untuk menduduki seluruh Jalur Gaza dan memindahkan warga Palestina dari utara ke selatan.

Langkah ini, menurut pengamat, akan menutup peluang kembali ke meja perundingan.

Sejumlah negara Arab dan Barat mengecam rencana tersebut, menyebutnya sebagai eskalasi berbahaya, pelanggaran hukum internasional, dan tindakan yang tidak dapat diterima.

Sejak 7 Oktober 2023, Israel dengan dukungan Amerika Serikat (AS) melakukan serangan yang digolongkan sebagai genosida di Gaza.

Serangan itu meliputi pembunuhan, kelaparan massal, penghancuran infrastruktur, dan pengusiran paksa, mengabaikan seruan internasional dan perintah Mahkamah Internasional untuk menghentikannya.

Korban yang tercatat mencapai 61.330 jiwa, 152.359 orang luka-luka, ribuan lainnya hilang dan mengungsi, sementara kelaparan telah merenggut banyak nyawa, termasuk puluhan anak-anak.

ARTIKEL TERKAIT
- Advertisment -spot_img

Most Popular