Buldozer militer Israel kembali menggusur lahan pertanian Palestina. Ratusan pohon zaitun di Desa al-Mughayir, timur laut Ramallah ditebang paksa pada Ahad (25/8/2025).
Aksi itu berlangsung bersamaan dengan penyerbuan ratusan warga Israel ke kompleks Masjid Al-Aqsha, Yerusalem, dalam perayaan awal bulan kalender Yahudi.
Sejumlah petani Palestina menyebut pohon-pohon yang ditebang berusia lebih dari 70 tahun.
“Mereka benar-benar mencabutnya dan meratakan tanah dengan alasan yang tidak masuk akal,” ujar Abdul Latif Abu Alia, salah seorang petani.
Ia kehilangan sekitar 10 hektar kebun zaitun.
“Kami akan menanaminya kembali. Zaitun adalah hidup kami,” tambahnya.
Ketua Asosiasi Pertanian al-Mughayir, Ghassan Abu Alia, menilai aksi itu bertujuan memaksa warga meninggalkan tanah mereka.
Ia memperingatkan, pengerjaan serupa bisa meluas ke kawasan lain di Tepi Barat.
Saat dimintai keterangan, militer Israel hanya menjawab singkat bahwa pihaknya “masih meninjau masalah itu.”
“Kebijakan kolonial”
Gubernur Ramallah dan al-Bireh, Laila Ghannam, yang meninjau lokasi bersama badan perlawanan tembok dan permukiman, menegaskan tindakan itu bagian dari kebijakan kolonial yang sistematis.
“Mereka bisa mencabut zaitun kami, tetapi akar kami lebih dalam dari semua rencana mereka,” kata Ghannam.
Ia menuding Menteri Keamanan Nasional Itamar Ben Gvir serta Menteri Keuangan Bezalel Smotrich sebagai pengambil kebijakan di balik operasi itu.
Ghannam menyerukan komunitas internasional dan lembaga hak asasi manusia untuk tidak terus menggunakan standar ganda dalam menyikapi agresi Israel.
Menurut dia, rakyat Palestina akan terus bertahan di tanah mereka.
“Sementara itu, proyek-proyek kolonial Israel, termasuk rencana E1, pasti akan sirna,” ujarnya.
Nadi al-Asir, organisasi hak tahanan Palestina, melaporkan militer Israel melakukan penangkapan besar-besaran di al-Mughayir dalam tiga hari terakhir.
Sedikitnya 14 warga ditahan, termasuk Kepala Dewan Desa, Amin Abu Alia.
Selain itu, puluhan warga, termasuk keluarga lengkap dengan perempuan dan anak-anak, menjalani interogasi lapangan.
Operasi itu disertai kerusakan lahan pertanian, penggeledahan rumah, penahanan berjam-jam, serta pemukulan dan ancaman tembak di tempat. Sejumlah uang tunai dan perhiasan emas juga disita.
Di pos pemeriksaan Beit Furik, timur Nablus, militer Israel memperketat pemeriksaan dan mencatat identitas setiap warga.
Kondisi itu menimbulkan kemacetan panjang, menahan ratusan orang selama berjam-jam.
Di Hebron, seorang lansia berusia 60 tahun dan seorang pemuda terluka akibat serangan pemukim Israel saat mereka memanen anggur di Khirbet Qat. Keduanya harus dirawat di Rumah Sakit Hebron.
Penyerbuan ke Al-Aqsha
Sementara itu, di Yerusalem, sebanyak 419 pemukim Yahudi, termasuk sejumlah serdadu Israel berseragam militer, menyerbu kompleks Masjid Al-Aqsha.
Dengan kawalan polisi, mereka melakukan doa bersama dan tarian perayaan.
Sejumlah kawasan di kota itu, termasuk Ras al-Amud dan Silwan, juga dilaporkan menjadi lokasi pawai pemukim.
Musik keras diperdengarkan lewat pengeras suara, sementara polisi Israel menutup beberapa ruas jalan.
Sejak perang di Gaza meletus pada 7 Oktober 2023, kekerasan di Tepi Barat meningkat tajam.
Data Pemerintah Palestina menunjukkan sedikitnya 971 warga Palestina tewas akibat tembakan militer dan pemukim Israel sepanjang periode itu.