Menteri Keamanan Nasional Israel, Itamar Ben-Gvir, menyiapkan sebuah rencana untuk menghukum para aktivis yang ikut serta dalam “Armada Keteguhan” (Freedom Flotilla).
Freedom Flotilla berlayar dari Barcelona, Spanyol, menuju Gaza dalam upaya menembus blokade Israel.
Harian Israel Hayom melaporkan, Ben-Gvir berencana memaparkan usulan itu dalam pertemuan dengan Perdana Menteri Benjamin Netanyahu.
Rencana tersebut mencakup penyitaan segera kapal-kapal yang terlibat dalam misi kemanusiaan itu, dengan status kepemilikan dialihkan ke polisi Israel.
Selain itu, para aktivis yang tertangkap juga akan dipenjara dalam kondisi serupa dengan tahanan keamanan di Penjara Ketziot dan Damoun, dengan masa penahanan jangka panjang.
Armada berlayar dari Barcelona
Sementara itu, pada Minggu (1/9/2025) pagi waktu setempat, “Armada Keteguhan Dunia” resmi berlayar dari Pelabuhan Barcelona.
Armada ini membawa bantuan kemanusiaan dan sejumlah aktivis internasional dengan tujuan menembus blokade Israel yang sudah bertahun-tahun menjerat Jalur Gaza.
Menurut panitia, armada tersebut terdiri atas aktivis dari 50 negara, termasuk anggota parlemen Eropa dan sejumlah tokoh publik.
Persiapan berlangsung beberapa hari sebelumnya, termasuk penggalangan dana untuk pembelian kapal dan pengisian logistik berupa obat-obatan dan kebutuhan dasar lain.
Perjalanan diperkirakan memakan waktu sekitar dua pekan menuju pesisir Gaza.
Dalam konferensi pers sebelum keberangkatan, para peserta menegaskan bahwa aksi mereka bukan sekadar pertunjukan simbolis.
Misi ini, kata mereka, merupakan gerakan solidaritas nyata yang bertujuan membantu warga Gaza yang saat ini menghadapi situasi yang digambarkan sebagai “perang pemusnahan” oleh Israel.
Juru bicara Armada Keteguhan, Saif Abu Keshk, menyatakan bahwa langkah ini adalah respon atas kejahatan yang dilakukan Israel terhadap rakyat Palestina serta upaya paksa pengusiran mereka dari Gaza.
Ia menegaskan misi tersebut bersifat damai dan semata-mata bertujuan membuka jalur bantuan kemanusiaan menuju Gaza.
Menurut Abu Keshk, pemilihan Barcelona sebagai titik awal bukan kebetulan.
Kota itu, katanya, sejak lama dikenal sebagai pusat solidaritas internasional bagi perjuangan rakyat Palestina.