Tuesday, September 2, 2025
HomeBeritaMeski terancam, tim medis Gaza tak henti selamatkan korban

Meski terancam, tim medis Gaza tak henti selamatkan korban

Komite Nasional Tertinggi untuk Ambulans dan Darurat di Gaza menolak ancaman Israel untuk menduduki Kota Gaza.

Mereka menegaskan akan tetap menjalankan tugas kemanusiaan dan nasional, serta terus memberikan layanan penyelamatan meski dihadapkan pada berbagai risiko dan tantangan akibat perang yang masih berkecamuk.

Komite tersebut memperkuat rencana darurat bagi sistem layanan ambulans yang disusun bersama seluruh lembaga penyedia layanan.

Tujuannya, memastikan setiap panggilan darurat dari berbagai wilayah di Jalur Gaza tetap bisa direspons.

“Meski penuh risiko, tim medis akan terus menjalankan misi kemanusiaan ini dengan tanggung jawab dan profesionalisme setinggi mungkin,” kata Ketua Komite Nasional Tertinggi Ambulans dan Darurat, Iyad Zaqout, dalam wawancara khusus dengan Al Jazeera Net.

Tekanan dan kelelahan

Dalam kerangka rencana darurat yang baru, komite telah membentuk sejumlah titik layanan medis di Kota Gaza.

Setiap titik dilengkapi minimal satu ambulans untuk mengantisipasi kebutuhan warga, termasuk jika terjadi pengosongan paksa terhadap penduduk.

Zaqout mengakui, beban yang dipikul para tenaga darurat sangat besar. Serangan berulang dari militer Israel setiap saat menimbulkan korban jiwa dan luka dalam jumlah besar.

Kondisi itu memaksa para petugas bekerja tanpa henti, siang dan malam.

“Ini menjadi bentuk kelelahan yang luar biasa, apalagi di tengah situasi kelaparan yang menyertai perang pemusnahan ini,” ujarnya.

Komite Nasional Tertinggi mencakup berbagai lembaga penyedia layanan medis darurat, termasuk Kementerian Kesehatan, Palang Merah Palestina, layanan medis militer, pertahanan sipil, serta sejumlah lembaga nonpemerintah.

Namun, lembaga-lembaga ini menghadapi keterbatasan serius. Banyak kendaraan ambulans tidak lagi berfungsi, sebagian hancur akibat serangan Israel, sebagian lain rusak karena tidak tersedia suku cadang dan bahan bakar.

Zaqout menjelaskan, pihaknya berupaya menjalin kerja sama dengan beberapa donor untuk memasok sedikit bahan bakar.

Namun, jumlah itu jauh dari cukup bila dibandingkan dengan banyaknya misi penyelamatan yang harus dijalankan setiap hari.

Lebih jauh, para petugas menghadapi kendala besar terkait ketersediaan suku cadang.

Akibatnya, sekitar 40 ambulans terpaksa dijalankan secara manual karena tidak ada baterai untuk menghidupkan mesin. Kondisi ini jelas memperlambat pelayanan darurat.

“Sejak dua tahun terakhir, ambulans beroperasi tanpa henti. Ban kendaraan sudah aus dan perlu diganti. Namun, akibatnya 20 unit terpaksa berhenti beroperasi di saat kami sangat membutuhkannya,” ungkap Zaqout.

Ia menambahkan, teknisi yang menangani perawatan ambulans pun menghadapi kesulitan serupa.

Larangan Israel terhadap masuknya suku cadang membuat sebagian besar kendaraan benar-benar tidak bisa lagi digunakan.

Target serangan

Ketua Komite Nasional Tertinggi Ambulans dan Darurat, Iyad Zaqout, menjelaskan betapa sulitnya pergerakan ambulans di wilayah yang oleh militer Israel dikategorikan sebagai “zona merah”.

Padahal, dari kawasan inilah banyak panggilan darurat datang, terutama dari korban yang masih terjebak di bawah reruntuhan bangunan.

“Berkali-kali, tentara Israel secara langsung menargetkan tenaga medis dan kendaraan ambulans. Hal itu membuat pekerjaan kami semakin berat dan berbahaya. Kami telah kehilangan banyak petugas dan perwira medis, sementara sejumlah ambulans hancur saat mencoba masuk ke wilayah berisiko demi menyelamatkan korban,” tutur Zaqout.

Ia menekankan, seharusnya Komite Internasional Palang Merah (ICRC) berperan aktif melindungi tenaga medis di wilayah konflik.

Namun, menurutnya, peran lembaga itu justru tidak tampak dalam memberi jaminan keamanan bagi para petugas lapangan.

Zaqout lalu menyerukan kepada seluruh lembaga hak asasi manusia dan organisasi internasional untuk memastikan perlindungan nyata bagi tim medis yang bekerja di garis depan.

“Hanya dengan perlindungan yang memadai, kami bisa mengevakuasi korban luka maupun jenazah tanpa hambatan,” tegasnya.

Kebutuhan mendesak

Zaqout juga menyoroti sejumlah kebutuhan mendesak yang mutlak diperlukan agar layanan darurat bisa tetap berjalan. Antara lain:

  • Penyediaan bahan bakar khusus untuk ambulans, terutama bensin. Sekitar 60 persen kendaraan berbahan bakar bensin, yang saat ini dilarang masuk oleh Israel.
  • Pemasukan segera baterai untuk menghidupkan kendaraan yang kini berhenti beroperasi, serta ban baru untuk seluruh armada.
  • Pengadaan ambulans baru, mengingat kendaraan yang tersedia saat ini sudah sangat aus setelah bekerja tanpa henti selama dua tahun terakhir.
  • Masuknya suku cadang penting untuk perawatan dan perbaikan kendaraan.
  • Penyediaan peralatan medis dasar untuk pertolongan pertama di lapangan.
  • Upaya memperkuat ketahanan para petugas darurat, terutama di tengah kondisi kelaparan dan pengungsian paksa yang menimpa keluarga mereka.

Dalam kesempatan itu, Zaqout menyampaikan penghargaan terhadap “keberanian dan pengorbanan” para petugas medis yang tetap setia melayani korban luka maupun pasien di medan perang.

“Mereka bekerja dengan nilai luhur dan kemanusiaan yang tinggi,” ujarnya.

Sejak perang dimulai, militer Israel telah menghancurkan sedikitnya 144 ambulans serta membunuh dan menangkap puluhan petugas medis.

ARTIKEL TERKAIT
- Advertisment -spot_img

Most Popular