Hamas menyatakan kesiapan untuk melaksanakan kesepakatan menyeluruh terkait isu tawanan, sembari menunggu tanggapan resmi Israel atas proposal yang diajukan para mediator pada 18 Agustus lalu.
Dalam pernyataan resminya, Rabu (4/9), Hamas menegaskan siap membebaskan seluruh tawanan Israel yang berada di tangan perlawanan.
Namun, dengan imbalan pembebasan sejumlah tahanan Palestina di penjara-penjara Israel yang akan disepakati bersama.
Selain itu, Hamas kembali menekankan tuntutannya: penghentian perang Israel di Jalur Gaza, penarikan penuh pasukan pendudukan, serta dimulainya proses rekonstruksi atas kerusakan besar yang ditimbulkan agresi militer Israel.
Media Israel sebelumnya melaporkan bahwa Perdana Menteri Benjamin Netanyahu—yang berstatus buronan Mahkamah Pidana Internasional—telah bergeser dari posisinya semula yang menolak kesepakatan parsial.
Kini, ia hanya menginginkan kesepakatan menyeluruh. Sikap ini sejalan dengan pernyataan Presiden Amerika Serikat (AS), Donald Trump yang mendesak agar semua tentara Israel yang ditawan Hamas segera dibebaskan.
Dalam pernyataannya, Hamas juga menyatakan kembali kesediaannya membentuk pemerintahan nasional independen yang diisi kalangan teknokrat untuk mengelola Gaza dan segera mengambil alih tanggung jawab penuh di semua bidang.
Langkah ini, menurut Hamas, merupakan jawaban atas pertanyaan “hari setelah perang” yang berulang kali digunakan pemerintah Israel sebagai alasan melanjutkan serangan di Gaza.
Sebelumnya, Hamas dan Fatah pernah mencapai kesepakatan awal di Kairo, Desember tahun lalu, untuk membentuk komite pengelola Gaza.
Namun, Otoritas Palestina menolak rancangan itu dan bersikeras agar pemerintahan di Gaza berada langsung di bawah kendali mereka.